Universitas Telkom Bersama Gerakan Hejo Menggelar Diskusi Krisis Sampah

Universitas Telkom Bersama Gerakan Hejo Menggelar Diskusi Krisis Sampah

Bandung Side, Terusan Buah Batu – Universitas Telkom menggelar diskusi krisis sampah Jawa Barat bersama komunitas pecinta lingkungan yang tergabung dalam Gerakan Hejo dalam rangka menyatukan strategis serta mendapatkan capaian solusi berkelanjutan dan menciptaan lingkungan yang lebih bersih dan sehat, Rabu, 02 Juli 2025.

Diskusi solutif mengangkat tema, “Trash to Treasure: Inovasi & Kolaborasi untuk Strategi dan Solusi Sampah Berkelanjutan”, terkait bahwa wilayah Jawa Barat menjadi penyumbang sampah terbesar se Indonesia yakni diperkirakan 6,15 juta ton pada tahun 2024.

Provinsi Jawa Barat, sebagai salah satu wilayah terpadat di Indonesia dengan lebih dari 49 juta penduduk, tengah menghadapi krisis sampah yang mendesak. Bahkan, Ibu Kota Provinsi, Bandung, telah dinyatakan sebagai daerah darurat sampah, dengan 172 ritase truk sampah per hari yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti.

Dalam pebuaan diskusi, Ketua Umum DPP Gerakan Hejo, Drs. Eka Santosa secara tegas mempertanyakan pernyataan Sekda Jawa Barat, Herman Suryatman yang mengatakan bahwa Pemerintahan Provinsi Jawa Barat akan menggelontorkan anggaran Rp. 18 miliar untuk memperpanjang umur Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti.

“Kami mempertanyakan untuk apa anggaran 18 miliar untuk TPA Sarimukti, karena hal itu hanya untuk memperburuk kerusakan lingkungan dan mengabadikan sindikasi persampahan yang dicurigai penuh dengan muatan kepentingan yang tidak jelas, dan mirisnya rakyat dikorbankan,” ungkap Eka Santos.

“Seharusnya sesegera mungkin TPPAS Legok Nangka segera dioperasikan, karena hingga saat ini masih mangkrak padahal sudah menghabiskan anggaran yang nilainya fantastis, 1,7 Trilyun,” ujar Eka Santosa.

Diskusi yang semakin hangat ini, bertempat di Ruang Green Orange, Gedung Bangkit, Universitas Telkom, Jalan Telekomunikasi No. 1, Terusan Buah Batu, Bandung, mencerminkan komitmen akademisi Universias Telkom dalam berkontribusi mencari jalan keluar dari krisis sampah melalui pendekatan inovatif dan kolaboratif.

Universitas Telkom Bersama Gerakan Hejo Menggelar Diskusi Krisis Sampah
Mengelola sampah-sampah kampus didukung oleh Keputusan Rektor: KR 0416/SDM9/LOG/2020 tentang Sistem managemen Pengelolaan Sampah Terpadu Integrated Waste Management (I-Want) di Lingkungan Universitas Telkom, disampaikan Tri Widarmanti dalam paparannya.

Disampaikan oleh Tri Widarmanti, S.MB., MM., Direktorat Aset dan Sustainability, Universitas Telkom bahwa diskusi bersama Gerakan Hejo sebagai bentuk keprihatinan terhadap permasalahan sampah dan kontribusi akademik Universitas Telkom dengan menyamakan suara, mencari solusi bersama tentang sampah yang sudah menjadi isu Nasional.

“Kita menyadari, banyak sekali inovasi-inovasi yang sudah kita lakukan komunitas pecinta lingkungan maka dari itu kita berkumpul untuk menyamakan suara bersama juga unsur pentahelix untuk bersatu, tidak tercerai-berai dalam mengelola sampah,” ujar Tri Widarmanti.

Ketika kita dapat bersatu, mudah-mudahan mendapatkan solusi yang tepat dan terbaik dalam menangani krisis sampah, lanjut Tri.

“Kita juga baru tahu dari hasil diskusi, bahwa karakteristik sampah kita adalah basah, yaitu 60% mengandung air, sehingga cara pengelolaannya akan berbeda,” jelas Tri.

Pengelolaan sampah di Indonesia tidak sama cara pengelolaanya dengan negara lain, jadi harus menemukan pola sendiri dan inovasi sendiri.

“Mudah-mudahan output dari diskusi Trash to Treasure ini, kita punya asosiasi atau perkumpulan penggiat sampah, pecinta lingkungan bersatu untuk membicarakan inovasi tentang pengelolaan sampah sehingga pelan-pelan permasalahan sampah akan selesai,” papar Tri Widarmanti.

Dalam paparannya sebagai narasumber, Tri Widarmanti menyampaikan bahwa Universitas Tekom sejak 2019 sudah tidak mengirimkan sampah ke TPA, karena sudah menangani sampah-sampah kampus dengan Integrated Waste Management System berbasis sirkular ekonomi yang lazim dengan konsep Sampah Hari Ini Kita Selesaikan Hari Ini.

Ada 3 point penting dalam mengelola sampah kampus, yakni;
1. Pengelolaan sampah dan Kawasan tertentu merupakan tanggung jawab pengelola Kawasan
2. Pengelola Kawasan tertentu secara bertahap wajib menyediakan dan mengembangkan sistem Pengelolaan Sampah mandiri sesuai dengan dokumen perizinan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kewajiban mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan

Langkah kami dalam mengelola sampah-sampah kampus didukung oleh Keputusan Rektor: KR 0416/SDM9/LOG/2020 tentang Sistem managemen Pengelolaan Sampah Terpadu Integrated Waste Management (I-Want) di Lingkungan Universitas Telkom, lanjut Tri.

Penanganan sampah dilakukan dengan tahapan; 1. Pengelompokan sampah berdasarkan jenis, jumlah dan sifat; 2. Penampungan ke tempat penampungan sementara; 3. Pengangkutan sampah; 4. Pengolahan (mengubah karakteristik, komposisi dan jumlah); 5. Pengembalian sampah/residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Universitas Telkom menggunakan TELURATOR yakni incinerator minim asap, dengan kemampuan merubah sampah menjadi abu 1 ton menjadi 50 kg Abu (8 jam pembakaran), saat ini rata rata membakar 120 karung sampah perhari.

TELURATOR merupakan incinerator buatan Universitas Telkom dari hasil riset tim dosen Program Studi S1 Teknik Fisika, Fakultas Teknik Elektro yang sudah diterapkan di 9 TPS Desa Tarumajaya,kabupaten Bandung.

“Output dari pengelolaan sampah-sampah kampus adalah produk bernilai dan bermanfaat, seperti kompos, bibit pohon langka, pellet magot, magot segar dan kering, briket arang brownis, pot bunga, paving block, kerajinan plastic dan madu tawon klanceng,” pungkas Tri Widarmanti.

Seperti diketahui, pengelolaan sampah berkelanjutan memerlukan pendekatan terpadu dari hulu ke hilir. Prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) menjadi fondasi Utama dan masih terus untuk dikembangkan.

Meskipun “bank sampah” berbasis komunitas dan “rumah kompos” telah ada dan berkontribusi, cakupan pengelolaannya masih relatif kecil.

Oleh karena itu, diperlukan dukungan lebih lanjut dari pemerintah dalam menegakkan segregasi sampah dari sumbernya, membuat kebijakan yang lebih kuat, mengalokasikan anggaran yang memadai, meningkatkan fasilitas pengumpulan, dan menerapkan sistem pengelolaan sampah padat yang lebih maju.

Inisiatif ekonomi sirkular, di mana sampah dipandang sebagai sumber daya, juga menjadi kunci untuk masa depan yang lebih hijau.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan partisipasi aktif masyarakat, seta peran media, diharapkan masalah sampah di Jawa Barat, khususnya Bandung, dapat teratasi.

Langkah-langkah inovatif seperti yang diusung oleh Universitas Telkom dan Gerakan Hejo melalui acara “Trash to Treasure” menjadi harapan baru untuk menciptakan solusi berkelanjutan dan lingkungan yang lebih bersih dan sehat.***

Tinggalkan Balasan