
Bandung Side, Kutai Kartanegara – PT PHM diduga melakukan pencemaran lingkungan saat parkir limbah B3 di pelabuhan Desa Sungai Mariam, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur tanpa dikelola.
PT Pertamina Hulu Mahakam (PT PHM) telah melanggar Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah 22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pelabuhan atau shore base yang dikelola oleh PT Buran Nusa Respati (PT BNR) menjadi etape pertama limbah B3 yang diangkut oleh tongkang dari hasil pengeboran PT PHM dalam waktu yang lama menurut Risal Bakry dari Bubuhan Suara Rakyat (Busur) Kukar.
“Limbah B3 hasil pengeboran PT PHM diangkut oleh tongkang di parkir di pelabuhan yang di kelola oleh PT BNR sebagai Tempat Penyimpanan Sementara (TPS), selanjutnya tongkang tersebut dialihkan di tengah sungai tanpa dikelola,” kata Risal Bakry, Selasa (26/7/2022).
Kami telah memantau modus operandil pembuangan limbah B3 selama 1 bulan yang dilakukan oleh PT PHM dengan menyimpan limbah didalam tongkang yang di parkir di shore base, namun kemudian dibuang di sungai, tambah Risal Bakry.
“Bahkan Busur Kukar hingga terakhir melakukan pemantaun pada tanggal 21 Juli lalu, modus operandil pengelolahan limbah B3 didalam tongkang dan diparkir di shore base masih dilakukan oleh PT PHM,” ujar Risal Bakry.
Selain itu, Busur Kukar menyatakan bahwa aktifitas pembuangan limbah B3 memerlukan rincian teknis dan persetujuan dari lingkungan. Maka dari itu, penggunaan kapal tongkang sebagai Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3 di tengah sungai area PT BNR dianggap keliru dan melanggar aturan perundang-undangan, dan tindakan tersebut jelas salah, karena berpotensi mencemari lingkungan di sekitarnya, apalagi dibuang di tengah sungai.
“Saat terjadi kebocoran pada tongkang yang diparkir lama di shore base, maka akan merugikan para nelayan dan masyarakat di sekitarnya yang mengandalkan penghidupannya dari sungai, lanjut Risal Bakry.
“Pemerintah harus cepat menyelesaikan persoalan ini sebagai upaya preventif, karena ini bisa membahayakan ke depannya,” ujar Risal.
Risal mendesak instansi terkait, khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, agar melakukan pemeriksaan ke lokasi tersebut dan memastikan izin lokasi penimbunan limbah B3 hasil pengeboran PT PHM, serta penggunaan tongkang sebagai TPS terapung di tengah sungai yang dianggapnya sudah menyalahi aturan.
Risal pun juga mendesak pihak perusahaan penghasil limbah pengeboran, khususnya General Manager (GM) PT PHM, Raam Krisna bertanggung jawab atas limbah B3 yang tidak taat aturan dalam pengelolahan limbah.
“Jika nanti setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak DLHK Provinsi Kaltim dan terdapat temuan pelanggaran, maka kami meminta agar Pimpinan atau GM PT PHM kiranya dievaluasi atau bahkan dicopot dari jabatannya selaku pimpinan, karena telah melanggar kaidah-kaidah pengelolahan limbah dan aturan perundang-undangan,” pungkas Risal Bakry.***