Dialektika Bocah Bantaran Sungai Citarum

Bandung Side, Mekar Rahayu – Sore itu tampak mendung merayap menghinggapi wilayah bantaran Sungai Citarum yang melintasi Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung. Jam dihape android penulis menunjukkan pukul 16.15 menit, tapi suasana redup menjelang malam.

Aliran air Sungai Citarum tampak tenang diiringi barisan enceng gondok entah dari mana menuju hilirnya. Permukaan air Sungai Citarum meninggi hingga bantarannya tersisa setengah meter hampir menutupi ujung batas.

Terdengar gelak tawa dari kejauhan anak kecil sedang berbalap sepeda disisi jalan samping bantaran Sungai Citarum, meski redup oleh mendung suasana itu cukup ceria buat Bocah Bantaran untuk bermain menyambut malam.

Sebut saja Aceng, Amir, Hamdani dan Dani yang sore ini berusaha menikmati sorenya bersama teman-teman sepermainan dibantaran Sungai Citarum yang nampak asri oleh tanaman flamboyan, mahoni dan beberapa pohon tarum yang mulai meninggi.

“Bade kamana Cep ? (mau kemana nak ?*Cep, sapaan anak lelaki Sunda),”sapa Penulis mencoba berakrab.
“Bade ameng Pak,”jawab salah satu anak yang bernama Aceng. (mau bermain Pak).
“Namina saha wae ini te ?,”tanya Penulis lagi. (namanya siapa aja ini ?)
“Abi mah Aceng, nu iyeu Amir, nu iyeu Hamdani, nu make baju persib mah Dani, Pak,”jawabnya singkat sambil lalu. (Saya Aceng, yang ini Amir, yang ini Hamdani, yang memakai baju Persib Dani, Pak).

“Kunaon mainnya ti bantaran sungai ? teu sien ?,”tanya Penulis kembali. (Kenapa bermainnya di bantara sungai ? apa tidak takut ?). Penulis bertanya dikarena masih ada kepercayaan masyarakat Sunda bahwa dibantaran atau dipinggir sungai besar merupakan tempat membuangnya anak jin. Apalagi sebelumnya, kondisi bantaran Sungai Citarum yang melintasi Desa Mekar Rahayu banyak sekali tumpukan sampah yang bau menyengat dan pepohonan rimbun tak terawat, sehingga membuat orang tidak nyaman memandang atau pun melintasi jalan setapak disisi bantaran.

“Cuma bermain saja kok Pak, sambil melihat pemandangan indah dari tepi Sungai Citarum,”sahut Amir berbaju warna biru yang berperawakan lebih pendek dari teman lainnya.
“Iya Pak, ameng jeung ningali pamandangan sungai wee…,”celetuk Hamdani yang berkaos warna putih. (Iya Pak, bermain sambil melihat pemandangan sungai saja…).
Sementara Dani yang berperawakan lebih bongsor berkaos warna hitam hanya diam, sambil memperhatikan air Sungai Citarum yang mengalir tenang.

“Henteu sien atuh Pak ayeuna bili main ke bantara sungai, ayeuna mah ntos bersih, dibersihan ku Bapak ABRI, pemandangannya ge indah, resep lah…,”kata Aceng yang bertubuh ceking tinggi .(Tidak takutlah Pak sekarang kalau bermain dibantaran, sekarang sudah bersih, dibersihkan ku Bapak ABRI, pemandangannya juga menjadi indah, senang lah…).

“Uihhh…gaya si Amir, melihat pemandangan indah dari tepi Sungai Citarum, apa tidak sekalian melihat masa depan yang berseri, hahahaha…,”goda Penulis kepada Amir, disambut tertawa kecil ke 4 Bocah Bantaran.

Iya sekarang bantaran Sungai Citarum sudah bersih, lanjut Penulis, kan dari awal tahun 2018 ada Program Citarum Harum. Jadi Presiden Joko Widodo membuat Peraturan Presiden yang isinya untuk menanggulangi pencemaran dan kerusakan Sungai Citarum yang sudah dijalankan oleh Bapak Tentara Nasional Indonesia atau TNI, jadi sudah ganti dari ABRI.

“Bapak TNI sekarang yang menjaga, membersihkan bantaran dari sampah sampai kalau ada bangunan liar pasti dibongkar, karena bantaran sungai tidak boleh digunakan untuk bangunan seperti rumah, tidak sah bangunan itu kata pemerintah,”terang Penulis berusaha memberi pemahaman.

“Dulu juga Sungai Citarum banyak sampahnya, sampai kalau musim hujan selalu banjirkan dibeberapa desa yang dekat aliran Sungai Cicukang. Karena sungainya banyak sampah, jadi alirannya tersumbat tidak bisa jalan air ke Sungai Citarum. Makanya, mulai sekarang jangan buang sampah disungai, kalau jajan diwarung beli makanan kecil kan bungkusnya dari plastik, dibuangnya ditempat sampah jangan dijalan atau disungai, nanti diangkut ke Bank Sampah Desa Mekar Rahayu,”jelas Penulis.

Didesa Mekar Rahayu, Kecamatan Mekar Rahayu ada Bank Sampah yang peruntukannya untuk mengelola sampah rumah tangga agar dapat dimanfaatkan oleh warga secara ekonomis. Sampah rumah tangga dapat dipilah dan dipilih terlebih dahulu, yang dapat dimanfaatkan secara ekonomis dapat dibeli oleh Bank Sampah tersebut, sedangkan sampah yang tidak berguna dapat dibuat untuk kompos atau dihancurkan oleh incenerator sumbangan dari Kemendikti beberapa waktu lalu.

“Enya’ Pak, dulu banyak Bapak-bapak TNI kesakolahan abi, ngajarkeun buang sampah ketempat sampah, ti imah, ti sakolah, ti manapun wee sampah mah kudu dikumpulkeun,”sergah Aceng. (iya Pak, dulu banyak bapak-bapak TNI kesekolahan saya, memberikan sosialisasi buang sampah ketempat sampah, baik dirumah, disekolah maupun dimana saja sampah harus dikumpulkan dahulu).

“Nah…kalau semuanya bersih, kan Sungai Citarum jadi indah pemandangannya,”kata Penulis.

“Enya’ Pak, tapi kunaon ti bantaran iyeu teu dibangun taman jiga nu diseberang eta Pak, ku bapak-bapak TNI ?,”tanya Amir. (iya Pak, tapi kenapa dibantaran ini tidak dibangun taman seperti yang disebrang itu Pak, sama bapak-bapak TNI ?)

Diseberang maksud Amin adalah wilayah Desa Cilampeni, sudah ada taman dan sarana olah raga yang dibangun oleh Satgas Sektor 8 Citarum Harum bersama warga secara swadaya. Taman tematik sebagai ikon Desa Cilampeni memang sangat indah, adanya meja, kursi sebagai penunjang taman sudah digunakan masyarakat sebagai tempat berkumpul, berbincang maupun tempat bermain saat sore hari. Sedangkan sarana olah raga juga digunakan oleh warga untuk senam pagi, volly ball, sepak bola atau aktifitas lainnya seperti Sholat Ied saat Hari Raya Fitri kemaren, pengajian dan lain-lain.

Sepertinya Amir, Aceng, Hamdani dan Dani juga ingin ada tempat bermain di bantaran Sungai Citarum wilayah Desa Mekar Rahayu yang terhalang oleh lebar Sungai Citarum dengan Desa Cilampeni.

“Kalau taman itu dibangun oleh Bapak TNI dan warga RW 7 Desa Cilampeni, mereka bergotong royong beberapa hari membuatnya. Di Desa Mekar Rahayu juga bisa dibangun taman seperti itu, tapi harus gotong-royong membuatnya, dibantuan ku warga Bapak TNI nya. Kan Bapak TNI tidak punya modal buat beli semen atau bunganya. Makanya musti swadaya dari warga, atau patungan buat modalnya dengan suka rela gitu, Mir,”papar Penulis memberi pengertian Amir.

“Tah gitu leres kudunya mah, kudu gotong royong jiga kalo piket disakola bebersih kelas. Kabeh ge aya’ jadwalna ku sasapu jeung iklas,”komentar Amir.(Nah begitu semestinya, harus gotong royong seperti kalau piket disekolah membersihkan kelas. Semuanya juga ada jadwalnya menyapu kelas dengan iklas).

Hari semakin larut menuju malam, jam dihape android menunjukkan pukul 17.15 menit. Langit sudah beradu warna dari mendung hitam tanda mau hujan dengan semburat warna jingga diujung ufuk barat sebagai tanda menjelang malam.

Bocah bantaran berhamburan meninggalkan batang kayu mati tempatnya duduk menikmati pemandangan Sungai Citarum dan Penulis pun juga harus meninggalkan tempat guna kembali keperaduan.(*catatan tentang Bocah Bantaran, Jumat, 9/11/2018).***

loading...
Facebook Comments

Tinggalkan Balasan