
Bandung Side, Bukit Pakar Timur – Iwan Yusuf dengan sahaja membentangkan “Tujuh Layar Menyisir Langit” melalui pameran tunggal instalasi di Selasar Pavilion, jl. Bukit Pakar Timur No 82, Ciburial, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jumat, 25 April 2025.
Seniman hiperrealisme yang dikenal melalui karya lukisannya dengan cat minyak, lukisan berbahan plastik dan pukat-jala, dan karya-karya instalasi site-specific dengan aneka bahan.
Kali ini dengan karya instalasinya mengejawantahkan negara maritim yang terwakili oleh kaum pesisir di Sulawesi, tepatnya di Gorontalo tempat Iwan dilahirkan yang erat sekali dengan menggantungkan kehidupannya pada laut.
Perjalanan Iwan Yusuf di perkampungan nelayan melihat tangan-tangan terampil yang merajut lembut lembaran jaring, juga para pemahat kayu besar untuk membuat kapal Pinisi, mengingatkannya dengan epos La Galigo.
Epos mitos La Galigo didaerah Sulawesi sangat kuat baik filosofi maupun falsafahnya bagi masyarakat pesisir, dengan ketokohan Sawerigading mengisahkan peradaban Bugis, tentang asal mula dunia, hubungan manusia, alam dan dewa-dewa yang hidup dengan harmoni menjaga keseimbangan alam.

Berdasarkan alur ceritanya epos mitos tersebut, konon kapal Pinisi dibuat pertama kali oleh Sawerigading putera mahkota Korajaan Luwu, untuk berlayar menuju Negeri Tiongkok, hendak meminang putri asal Cina Bernama We Cudai.
Dalam pameran tunggal, Tujuh Layar Menyisir Langit, Iwan Yusuf meneroka lebih dekat peran kapal Pinisi sebagai peninggalan budaya maritim kuno dari Nusantara yang masih lestari dalam keseharian masyarakat Bulukumba di Sulawesi Selatan tepatnya di Desa Tana Beru, Bira, dan Batu Licin.
Inspirasi pameran Tujuh Layar Menyisir Langit, merujuk pada konfigurasi layer Kapal Pinisi sebagai symbol keunggulan pelaut Nusantara yang dapat merangkai pulau-pulau, membangun jalur perdagangan dan merajut jaringan sosial-budaya.
Jumlah Tujuh Layar dari Kapal Pinisi ini melambangkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia khususnya suku Bugis Sulawesi Selatan itu mampu mengarungi tujuh samudera di dunia.
Bahkan secara pemaknaan spiritual, Kapal Pinisi yang memiliki dua layar bermakna dua kalimat shahadat, bila memiliki lima layar bermakna Rukun Islam dan memiliki Tujuh Layar bermakna 7 ayat Surat Al Fatehah.
Bagi Iwan, Tujuh Layar Menyisir Langit memberi makna bahwa warisan pengetahuan, inovasi, dan filosofi maritim diwariskan secara turun-temurun. Sedangkan Samudra merupakan ruang spiritual yang membentuk pemahaman manusia terhadap dunia yang sudah mulai terancam akibat perubahan zaman, industrialisasi dan eksploitasi alam.

Kata Mereka
Salah seorang tamu undangan saat dibukanya pameran tunggal Iwan Yusuf, Kinanti menyampaikan bahwa karya instalasi dengan mengeksplor jarring sangat luar biasa.
“Karya instalasi Iwan Yusuf sangat luar biasa, dengan bahan baku yang sederhana bahkan bisa disebut sampah menghasilkan apa yang diimaginasikan, realis sekali” ujar Kinanti.
Dari 14 karyanya secara detail dapat diwujudkan dengan berbagai visual yang penuh makna dan perenungan. Ada juga 1 karyanya yang berupa video yang menggambarkan kehidupan maritim dari mulai membuat Pinisi hingga kondisi alam di pantai yang diwujudkan pada 14 karya yang dipamerkan, tafsir Kinanti.
“Saya jadi mengerti, untuk membuat karya yang luar biasa ini meskipun berasal dari bahan baku yang tidak berharga, melalui teknik dan teknis dari ide atau gagasan yang akan diwujudkan membutuhkan Waktu dan proses riset terlebih dahulu,” ungkap Kinanti.
“Karya instalasi ini seakan mengingatkan kembali pada dunia pesisir yang memberi begitu banyak pada manusia akan hasil lautnya dan harus disyukuri, bukan malah dirusak dengan banyaknya sampah,” tutup Kinanti.***