
Bandung Side, Paskal – BINUS Bandung bersinergi dengan Ikatan Duta Bahasa Jawa Barat menggelar kegiatan Festival Hari Bahasa Ibu Internasional 2024 di Kampus Teknologi Kreatif di kawasan Pascal Hyper Square, Bandung, Sabtu, 24 Februari 2024.
Festival Hari Bahasa Ibu Internasional 2024 digelar dengan rangkaian kegiatan Seminar Kebahasaan Nasional, Pemilihan Duta Bahasa Jawa Barat Tahun 2024, Aneka Lomba bernuasa kearifan lokal dan Penampilan Seni Budaya Sunda.
Puncak acara Festival Hari Bahasa Ibu Internasional 2024 dengan mengusung tema “Memaknai Bahasa Ibu dalam Bingkai Kebudayaan dan Kewarganegaraan” diawali dengan Seminar Kebahasaan.
Sebagai narasumber, hadir Brian Jevon Kartawijaya, S.Hum., Jajaka Pinilih Jawa barat 2023 yang membawakan materi “bahasa dan Karakter: Fenomena Kebahasaan dalam Peningkatan Karakter Anak Muda.
Florie Aurantia, S.sos, pendiri Lokadigma yang membawakan materi Kompleksitas Masyarakat Modern dan Kebudayaan Lokal”, dan nara sumber ketiga Temmy Widyastuti, M.Pd., Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Sunda UPI, membawakan materi “Budaya dan Bahasa Sunda: Bahada dan Tingkah Laku Filosofi Masyarakat Sunda”.

Menurut Brian Jevon Tanuwijaya, jebolan Sarjana Sastra Sunda bahwa dalam catatan Crystal yang mencuplik 2000 dalam Lauder, 2004 menyebutkan di Indonesia terdapat 13 bahasa terbesar dengan kriteria penuturnya minimal berjumlah 1 juta jiwa, diantaranya Bahasa Jawa masih digunakan oleh 75,2 juta orang, Bahasa Sunda oleh 27 juta orang dan Bahasa Melayu oleh 20 juta orang.
“Terdapat gejala kepunahan ditandai oleh berkurangnya penutur bahasa serta bergesernya penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Brian Jevon Tanuwijaya.
Bahkan menurut catatan BPS Jawa Barat didalam dokumen hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 mengisyaratkan 30 % warga Jawa Barat sudah tidak menggunakan lagi bahasa daerah, tambah Brian Jevon.
“Lebih mengharukan lagi, menurut data Penelitian Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat (*BBPJB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, bahwa hanya sekitar 40 % anak-anak di Jawa Barat yang mengetahui dan bisa berbahasa Sunda,” ungkap Brian Jevon Tanuwijaya.
“Sebagai anak muda, kita tidak ingin Bahasa Ibu kita punah. Karena Bahasa Ibu menjadi identitas suatu Bangsa yang harus dibanggakan dan membawanya dalam kondisi peka jaman,” kata Brian.
Untuk dapat melestarikan Bahasa Ibu peran anak muda sangat dibutuhkan dan berperan aktif menjadi Guardian, atau sebagai agen pengaman Bahasa Ibu, lanjut Brian Jevon.
Dalam kehidupan sehari-hari, anak muda juga bisa menjadi Caring, selalu menyisipkan Bahasa Ibu dalam berkomunikasi baik verbal maupun tulisan. Sehingga peran anak muda dalam penggunaan Bahasa Ibu dapat mengapresiasikannya ke media sosial untuk mengajak khalayak rame turut menggunakannya.
“Mengutip motto dari Ajip Rosidi, bahwa “Jika sebuah bahasa dengan kesusastraannya tidak didukung oleh tradisi membaca masyarakatnya, maka kematiannya akan segera menyusul”,” pungkas Brian Jevon Tanuwijaya.

Pengertian yang Sempit
Narasumber Festival Hari Bahasa Ibu Internasional kemudian, Florie Aurantia mempresentasikan Kompleksitas Masyarakat Modern dan Kebudayaan Lokal dalam memaknai Bahasa Ibu.
“Memaknai Bahasa Ibu bukan hanya sekedar mendefinisikan saja, sehingga mendapatkan pengertian yang sempit yaitu pelestarian Bahasa Ibu hanya untuk Seni dan Hiburan,” ujar Florie Aurantia.
Kompleknya masyarakat modern baik secara sosial, dan budaya menjadi dasar dari hilangnya identitas salah satunya adalah perubahan gaya hidup dan nilai cara berfikir dan kedekatan batin, tambah Florie yang pernah menjadi Delegasi Indonesia untuk Misi Budaya di Eropa, 2019.
Hal tersebut juga dipengaruhi oleh sistem ideologi atau pengetahuan lokal baik secara filsafat, kepercayaan yang dianut dan pandangan hidupnya.
Sistem sosial juga memberi kontribusi yang besar dalam penggunaan Bahasa Ibu, serta sistem kreativitas manusia dalam memanfaatkan teknologi, seni dan lingkungannya berada.
“Padahal ada pihak yang mempunyai peran penting dalam penguatan identitas Bahasa Ibu dan identitas budaya lokal, yaitu Keluarga maupun Individu, Kebijakan Publik dan dari Inisiatif Komunitas agar dapat berperan aktif mendorong dalam pelestariannya sebagai sebuah solusi,” ungkap Florie Aurantia.
Lestarinya Bahasa Ibu akan mendorong toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan budaya lokal yang dapat menciptakan lingkungan inklusif. Sehingga setiap individu merasa dapat dihargai dan diterima apa adanya.
“Selain menggunakan Bahasa Ibu, dengan memperkuat kebudayaan lokal yang menjunjung tinggi solidaritas dan memperkuat persatuan diantara anggota masyarakat,” pungkas Florie Aurantie yang menyandang predikat Terbaik 1 Duta Bahasa Nasional 2021.

Masyarakat Sunda Masih Memegang Teguh Filosofi Sunda
Dalam memaknai Bahasa Ibu dalam Bingkai Kebudayaan dan Kewarganegaraan, Temmy Widyastuti, M.Pd., Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Sunda, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sangat yakin bahwa Orang Sunda dapat melestarikannya.
Dalam persepsi Temmy Widyastuti, masyarakat Sunda dalam tingkah dan lakunya masih memegang erat Filosifi Sunda, asalkan menjadi Jelema Masagi atau Manusia Masagi.
“Karakter Jelema Masagi, serba bisa, tinggi ilmunya dam luas wawasannya atau dalam Bahasa Sunda Legok Tapak Genteng Kadek, Luhur Elmu, Jembar Pangabisa,” kata Temmy.
Karakter tersebut didapat karena manusia masagi mendapat kesempatan belajar dan menimba ilmu yang didapat dari membaca, pengalaman sehari-hari, dan dari pengaruh atau hasutan.
Dalam Bahasa Sunda, Meunang Luang Tina Daluwang (*membaca), Meunang Luang Tina Bincurang (*pengalaman), Meunang Luang Tina Baruang (*racun)yang kemudian terhimpun dalam saloka, “Elmu Tuntut Dunya Siar” atau ilmu dunia dan akhirat harus sama dicari dan dipelajari.
“Jadi, menjadi Jelema Masagi harus memaknai dan menjalani apa yang menjadi filosofi tersebut,” ujar Temmy Widyastuti.
Dalam menimba ilmu, Jelema Masagi mempunyai kecerdasan dan etika yang baik karena sebagan siswa mempunyai sikap menghormati guru, orang tua dan pemimpin negara yang berasal dari filosofi kudu hade tata hade basa, hade gogog, hade tagog.
Sehingga Jelema Masagi selain pintar harus bijaksana, ulah elmu ajug, kudu elmu pare (*ilmu padi), karena ada nilai karakter yang harus dibangun dalam pendidikan.
“Harus mencapai hasil yang memuaskan dalam pendidikan, kudu kapetik hasilna, tur kaala buahna. Melalui pendidikan yang dilaksanakan secara harmonis sesuai ungkapan sareudeuk saigel, sabobot sapihanean yang artinya metode yang digunakan harus tepat, harus hafal teknik mempelajarinya dan yang paling penting Pendidikan dilakukan dalam suasana silih asah (*memberi), silih asih (*menyayangi), silih asuh (*membimbing),” papar Temmy.
“Dari proses memaknai filosofi Sunda tersebut, bahwa Jelema Masagi dapat dikatakan secara makro atau arti luas adalah sekelompok orang yang dibesarkan di lingkungan budaya Sunda sehingga harus paham dengan norma dan budayanya,” pungkas Temmy Widyastuti.

BINUS Bandung Apresiasi Karya Mahasiswa
Direktur Kampus Universitas Bina Nusantara Bandung (BINUS Bandung), Dr. Johan Muliadi Kerta, S.Kom., MM., saat memberikan keterangan pers mengatakan, pihaknya mengapresiasi inisiatif mahasiswa saat menggunakan bahasa daerah, serta makanan dan hasil-hasil karya mahasiswa yang punya nuansa kearifan lokal di Jawa Barat dan Kota Bandung pada khususnya.
Johan Muliadi Kerta memaparkan bahwa beberapa waktu lalu sebelum pandemi, BINUS Bandung pernah mengundang salah satu peneliti yang membahas tentang musik sunda yaitu Karinding.
“Kami juga berkolaborasi dengan pengelola tempat dan para pengusaha yang ingin mengangkat budaya Sunda,” ujar Johan.
Kegiatan kampus yang bertema Sunda akan terus diangkat oleh BINUS Bandung, karena salah satu misi kami adalah mengangkat kearifan lokal yang ada di Jawa Barat dan Bandung pada khususnya, tambah Johan Muliadi Kerta.
Alumnus dan mahasiswa BINUS Bandung sangat antusias apabila BINUS Bandung mengadakan kegiatan-kegiatan bertema Sunda. Salah satu nya dari Prodi Desain Komunikasi Visual pernah membuat infografi aksara Sunda berdasarkan alat ucap, jadi hal tersebut merupakan salah satu kegiatan yang mengangkat budaya lokal.
“Terkait kerjasama dengan Balai Bahasa Jawa Barat akan terus dimantapkan. Salah satunya BINUS Bandung secara rutin terus mengikuti kompetisi bahasa daerah maupun bahasa nasional,” ungkap Johan Muliadi Kerta.

BINUS Bandung Pelopor Literasi Bahasa Sunda Penyandang Disabilitas
Merespon pertanyaan audiens saat sesi Q&A dari mahasiswi UPI, Amanda Risty Maulidia yang tertarik dengan Literasi Bahasa Ibu atau Bahasa Sunda sangat kurang untuk penyandang Disabilitas, Johan akan memulai dari Skripsi yang akan dibuat oleh Mahasiswa BINUS Bandung.
“Didalam era kemajuan teknologi ini sangat memungkin untuk menciptakan literasi untuk penyandang Disabilitas. Seperti dalam pengalih-bahasaan ke bahasa isyarat bagi yang tuna rungu dengan teknologi dapat menghasilkan bahasa isyarat berbahasa lokal,” ujar Johan Muliadi Kerta.
Begitu juga dengan media literasi yang lain seperti Huruf Braille, audio visual, maupun bahan bacaan berbahasa Sunda. Secara akademis, BINUS Bandung akan mulai dari Skripsi mahasiswa untuk lebih mendalaminya, tambah Johan.
Menurut DR. Herawati, S.S., M.A., Kepala Balai Bahasa Jawa Barat mengatakan bahwa BINUS Bandung sangat memungkinkan membuka peluang menjadi Pelapor dalam rangka memperbanyak literasi Bahasa Ibu, khususnya Bahasa Sunda karena memang Universitas BINUS Bandung ini memiliki jurusan yang mendukungnya.
“Dengan IT yang mumpuni BINUS Bandung dapat mengembangkan sebuah fitur tersendiri dalam membantu para Tuna Rungu atau mengembangkan Huruf Braille yang khusus dalam Bahasa Sunda,” ujar Herawati.
Peluang kolaborasi juga memungkinkan dalam mengembangkan literasi bagi penyandang Disabilitas ke beberapa pemangku kepentingan juga dapat terjadi disamping itu yang terpenting adalah menyosialisasikan apa yang sudah dihasilkan,” jelas Herawati.
“Dukungan pemerintah daerah sebagai salah satu stekholder, karena upaya pelestarian Bahasa Daerah merupakan tanggung jawabnya bukan hanya diatur oleh Undang-undang No 24 tahun 2009 mengenai Bendera, Bahasa, Lambang Nega dan Lagu Kebangsaan juga Peraturan Pemerintah No 57 ada pembagian secara kongruen antara Pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah untuk Pelestarian Bahasa Daerah,” pungkas Herawati.***