
Bandung Side, Cimenyan – Bale Budaya Bambu merupakan sentra pengembangan usaha bambu di Cimenyan, Kabupaten Bandung menerima bantuan peralatan kerja dari BNI Berbagi.
Bantuan peralatan kerja sebagai sarana pendukung dalam membuat kerajinan bambu diserahkan langsung oleh perwakilan BNI Kanwil Bandung, R.A. Windiarni Roostrisuci kepada Ketua yayasan Bale Budaya Bambu, Dudi Darma Bakti di Kampung Bambu Kreatif Jl. Padasuka Atas KM.4, Cimenyan, Kec. Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/02/2022).
“Kemanfaatan dengan adanya Yayasan Bale Budaya Bandung yang saat ini sudah berkembangan hendaknya dapat dirasakan bukan hanya masyarakat sekitar Cimenyan, namun hingga ke Jawa Barat bahkan sampai keluar dari Indonesia,” kata RA. Windiarni Roostrisuci.
Dengan berbangga hati, lanjut Windiarni, BNI Berbagi ikut memberikan dukungan berupa bantuan yang berasal dari program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam bentuk peralatan kerja dan mesin penunjang pembuatan kerajinan bambu.
Kota Bandung yang juga disebut sebagai Kota Wisata bergayung sambut dengan keberadaan Yayasan Bale Budaya Bandung yang fokus dalam membuat souvenir dari bambu sebagai peningkatan daya tarik wisata Kota Bandung.

Mudah-mudahan Yayasan Bale Budaya Bambu dengan bantuan peralatan kerja dari BNI Berbagi dapat terus mengembangkan dan memenuhi permintaan pasar produk-produk dengan bahan baku dari bambu sehingga dapat berinovasi menjadikan kerajinan bambu dapat terus diminati,” ungkap Windiarni kepada Bandung Side.
“Partisipasi berupa CSR dalam bentuk peralatan kerja dan mesin akan menunjang produksi sehingga akan meghasilkan barang dengan kualitas yang lebih baik. Sehingga baik sinergi antara BNI dan Yayasan Bale Budaya Bambu dapat kembali memulihkan perkonomian Bangsa Indonesia,” pungkas RA. Windiarni Roostrisuci.
Dilokasi yang sama dan menjadi tamu undangan VIP, Kepala Dinas Koperasi dan usaha Kecil, Drs. Kusmana Hartadji, MM. mengatakan bahwa pemanfaatan tanaman konservasi di wilayah Bandung Utara yakni bambu dalam kurun waktu tertentu memang harus ditanam lagi sehingga adanya keseimbangan agar tidak mengakibatkan longsor.
Bambu merupakan salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang memiliki perspektif nilai ekonomi, konservasi dan budaya. Selain itu bambu juga dikategorikan sebagai bahan yang bisa digunakan sebagai pengganti kayu, tambah Kusmana.
“Pelaku usaha dari bambu di Jawa Barat sangat banyak sekali, permintaan dari Nusa Tenggara Barat yang nantinya sebagai tempat diselenggarakannya Moto GP bisa dimanfaatkan dengan mengenalkan kerajinan khas Indonesia. Bila perlu kita kirimkan expert agar bisa melatih warga NTB agar dapat memaksimalkan bambu didaerah sana,” jelas Kusmana Hartadji.

Hasil dari budi daya bambu dapat kita jual dengan memanfaatkan kolaborasi oleh banyak stake holder, akademisi, bisnis, komunitas bambu, media agar dapat menyediakan spot dalam liputannya memperkenalkan produk bambu, tegas Kusmana Hartadji yang akrab di sapa Pak Tutus.
Pasar regional akan produk inovasi dari bambu sudah mulai banyak, pada tahun 2019 lalu ada pameran di Dubai memberi peluang yang besar akan produk bambu.
Pameran pruduk di Dubai memberi kesan tersendiri, sejak mengurangi penggunaan plastik dan pandemi korona beberapa produk bergeser menggunakan bambu, seperti sedotan, keranjang makanan, dan lain lain. Pengunjung pameran di Dubai malah tertarik oleh kemasan barang kita pamerkan.
“Padahal yang dijualkan isi nya, ada makanan, buah-buahan, kok malah tertarik dengan kemasan bambu nya yang berupa anyaman ya ?,” cerita Kusmana Hartadji.
“Dalam perjalanan mengembangan usaha bambu dibutuhkan sebuah wadah yang terorganisasi anggota komunitasnya guna menghasilkan kegiatan ekonomi yang berasaskan kekeluargaan, yakni Koperasi,” ujar Kusmawan Hartadji.
Bale Budaya Bambu sebagai sentra produksi kerajinan bambu dapat membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
“Bale Budaya Bambu dapat berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan khususnya anggota atau pelaku usaha bila dapat dengan baik mengelola bahan baku hingga pemasarannya sampai keluar negeri,” harap Kusmana Hartadji.

“Yayasan Bale Budaya Bambu diberi kepercayaan lagi oleh BNI, yakni berupa bantuan alat perkakas kerja untuk bisa mengembangkan produk-produk inovasi dari pada bambu, ujar Dudi Darma Bakti, Ketua Yayasan Bale Budaya Bambu (YBBB).
Sebelumnya Tahun 2015, YBBB pernah bekerjasama dengan BNI membangun sentra pembibitan bambu di Jelekong, Ciparay dengan menghasilkan bibit dari target 34.000 tercapai 25.800 yang sudah kita sebar di berbagai komunitas di Bandung dan sekitarnya.
“Menjadi kebanggaan tersendiri buat YBBB bisa melakukan kerjasama lagi dengan BNI mudah-mudahan kedepan semakin intensif dan berkembang,” ungkap Dudi.
Kehadiran Yayasan Bale Budaya Bambu tidak akan berhasil dalam menjalankan programnya jika tidak adanya dukungan dari berbagai pihak seperti BNI, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi, Dinas Kehutanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang ada di Jawa Barat.
Karena sesuai jadwal program kerja di bulan depan Bale Budaya Bambu sudah mulai berproduksi beberapa sampel dari bambu leminasi, funitur, aneka kerajinan, dipersiapkan untuk pameran di Perancis.
Pameran yang digelar atas inisiasi Non-Governmental Organization (NGO) Perancis atau lembaga swadaya masyarakatnya Perancis yakni gelaran Bamboo off Air yang akan memfasilitasi perdagangan Bamboo Indonesia-Eropa.
Pameran akan dilaksanakan Bulan Juli 2022 di Perancis, mohon doa nya agar kami semua bisa melaksanakannya sehingga dapat berhasil mengenalkan produk bamboo kita, ungkap Dudi.

Historical Sosial Development Bambu
Secara historical, berawal dari program sosial development tentang bambu selama kurang lebih 5 tahun berjalan mulai dari hulu hingga ke hilir di Jawa Barat.
Sehingga kami mendapatkan pengalaman yang sangat berarti, seolah-olah di Jawa Barat ini banyak bahan baku bambu, namun kenyataannya ketersediaanya sangat terbatas.
Dalam hal ini, sangat terbatas untuk kebutuhan industri, jadi bila untuk kebutuhan kerajinan tangan ketersediannya lebih dari cukup tapi bila sudah memasuki ranah industri masif bahan baku bambu tidak akan cukup.
Dari sisi produksi, pengrajin bambu tidak mempunyai standar kerja yang menyebabkan kualitas dari kerajinan belum bisa mendobrak pasar karena tidak terjaga dan tidak terukur.

Hal ini menyebabkan ekspor kerajinan bambu sangat rendah dan sangat konvensional terbatas hanya sekedar bahan baku gelondongan atau anyaman. Ada produk ekspor meubeler bambu namun tidak berproses leminasi karena kita belum mampu produksi.
Selanjutnya, dari pengalaman studi banding tentang bambu di beberapa negara sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kita harus memulai pergerakan dari satu titik, yakni pertama memulai dari produk-produk yang sederhana dari kerajinan.
Bergerak dari kerajinan tidak melupakan aspek hulu nya juga harus diperhatikan sehingga akan memperoleh pemahaman tentang produksi kerajinan hingga pelestariannya.
Penjelasan mengenai hulu yakni ketersediaan bambunya, proses produksi kerajinan bambu hingga pemasarannya ditingkat hilir.

Bahkan Yayasan Bale Budaya Bambu juga berencana membuat Arboretum, yakni perpustakaan bambu supaya masyarakat terutama generasi muda paham dan tahu akan prospek bambu, manfaatnya pada lingkungan baik secara ekonomis maupun budaya termasuk aspek kebangsaannya.
Gerakan kedua tentang pembibitan yang harus dipersiapkan sebanyak-banyaknya untuk menanam, bila sudah memasuki industri masif karena adanya permintaan ekspor kita siap melayani.
Gerakan ketiga adalah menyiapkan workshop, yakni tempat pelatihan sebagai sarana membuat pemodelan, membuat standarisasi produk agar produk dari bambu dapat terus berinovasi sesuai dengan perkembangan.
Pembibitan sudah dilakukan pada tahun 2015, saat itu juga berkerjasama dengan BNI dengan menanam 6 jenis bibit bambu di daerah Jelekong, Ciparay sebanyak 25.800 dan sudah disebarkan di Bandung Raya.

Pembibitan bambu sangat dibutuhkan dalam rangka regenerasi bambu, sehingga dapat diklasifikasikan bambu tersebut menjadi 3 jenis yakni bambu untuk konservasi, bambu untuk produksi dan bambu hias.
Klasifikasi jenis bambu konservasi karena bambu sangat kuat akar ketahanannya sebagai pencegah longsor, sedangkan bambu untuk produksi seperti bambu petung, bambu gombong, bambu tali, bambu hitam, bambu Teumen, bambu haur hijau dan haur kuning.
Bambu hias seperti bambu cendani, bambu payung, bambu jepang, bambu pagar juga dapat dibudidayakan karena nilai eknomis dan budayanya ada.
“Yayasan Bale Budaya Bambu tidak bisa berjalan sendiri, masih membutuhkan dukungan, kolaborasi, kerjasama dan bermitra dengan siapa saja yang dapat mensupport hingga menjadi wadah supaya dapat terarah dan mandiri,” pungkas Dudi Darma Bakti.***