
Bandung Side, Kabupaten Indramayu – Toleransi dan demokrasi di era digital membentuk tatanan baru di mana manusia dan teknologi hidup berdampingan dan senantiasa berkolaborasi.
Revolusi besar sedang berlangsung pada kehidupan manusia saat ini karena adanya revolusi industri 4.0, yang mengedepankan cara kerja modern dengan memanfatakan teknologi digital.
Hal tersebut menghadirkan suatu budaya digital di masyarakat dengan dasar toleransi dan demokrasi.
Budaya digital ialah penggunaan teknologi dan internet oleh masyarakat untuk berinteraksi, berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
“Masyarkat Indonesia cukup aktif menggunakan media sosial dan internet, masuk ke dalam budaya digital yang cukup aktif di ruang media sosial,” tutur Chairil Ibrahim, CEO TMP dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (04/10/2021).
Di kehidupan masyarakat Indonesia, pemaksimalan penggunaan media digital oleh masyarakat telah memasuki aspek perbankan, media sosial, hiburan, e-commerce, logistik, dan pendidikan.
Chairil Ibrahim memaparkan, budaya digital sendiri telah hadir sejak tahun 1994 di mana hadirnya provider internet pertama di Indonesia.
Pada tahun 2000 terdapat pertumbuhan pesat dari portal-portal di Indonesia dan portal NAPSTER.
Kemudian, pada tahun 2003, di mana media sosial pertama hadir di Indonesia.
Lalu, pada tahun selanjutnya muncul berbagai media sosial, mobile internet, smartphone, hoaks, hingga saat ini berada pada budaya digital di tengah pandemi.
“Saat berbudaya digital, kita punya dua prinsip yang harus dijaga dan diterapkan, yaitu demokrasi dan toleransi,” ungkap Chairil Ibrahim.
Chairil membagi demokrasi ke dalam empat poin, yaitu akses ke dunia digital, kebebasan berekspresi, safety dan privacy, serta hak kekayaan intelektual (HAKI).
Akses ke dunia digital ialah kemudahan dalam mengakses beragam informasi secara bebas dan bertanggung jawab.
Demokrasi digital itu menggabungkan konsep demokrasi perwakilan dan demokrasi partisipasi dengan dunia nyata (offline) dengan dunia maya (online).
Kita sebagai sebuah individu yang ikut berperan aktif dalam membuat, membentuk, menyebarkan, bahkan mentransformasi berbagai informasi, lanjut Chairil Ibrahim.
Di samping itu, toleransi budaya digital didasari pada perbedaan multikultur sebagai latar belakang masyarakat Indonesia.
Menurut Chairil Ibrahim, era budaya digital ini merupakan suatu tantangan untuk memupuk persaudaraan dan persatuan di dalam masyarakat.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar wilayah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (04/10/2021) juga menghadirkan pembicara, Stefany Anggriani (Makeup Beauty Influencer), Luthfan Atiqi (Kepala Jurusan & Trainer SMK MItra Maritim Indramayu), Acep Syaripudin (Digital Literacy Coordinator), dan Shinta Putri sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital.
Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.***