
Bandung Side, Kabupaten Cianjur – Jadi Netizen ketika kita melakukan sesuatu dan mengetahui benar atau salah itu adalah etika yakni cara cerdas dan sopan saat berinteraksi di ranah digital.
Namun, pada masyarakat Indonesia implementasi etika di ruang digital masih sangat minim, sehingga negara ini dinobatkan sebagai negara paling tidak sopan se-Asia Tenggara.
Ellangga Seta, Entrepreneur & IT Enthusiast memaparkan, beberapa faktor yang mendasari minimnya kesopanan masyarakat Indonesia ialah kurangnya literasi digital, kurangnya kesadaran terhadap risiko perilaku, merasa bebas karena tidak bertemu langsung, dan hal tersebut tidak tersampaikan di dunia nyata.
“Sebenarnya Indonesia itu negara paling ramah untuk dikunjungi. Jadi ini bertolak belakang sekali dengan kondisi netizen di dunia nyata,” ungkap Ellangga Seta.
“Budaya bangsa kita itu ramah, santun, dan sopan,” tegas Ellangga Seta yang akrab disapa Elang dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (22/10/2021).
Solusi dari hal tersebut ialah menjadi netizen yang cerdas dengan tiga langkah, yaitu think before you post, think before you share, dan mengetahui aturan hukumnya.
Dalam hal ini ialah Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menurutnya, dibandingkan memposting dan membagikan informasi hanya karena viral, lebih baik bagikan sesuatu yang penting dan bermanfaat bagi orang lain.
Kita harus menghindari prinsip yang penting posting di media sosial. Hal ini bisa menyebabkan kita ikut-ikutan, over posting, dan berakhir dengan membagikan sesuatu yang tidak bermanfaat. Kemudian, menjelekkan prestasi orang lain, dan menghindari berpikiran negatif.
“Di dunia digital atau di dunia nyata pun kita harus selalu berpikiran positif. Walaupun terkadang ada yang bilang percaya itu baik, tetapi tidak percaya lebih baik. Namun, bukan berarti kita tidak bisa berpikiran positif,” jelas Ellangga Seta.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menerapkan etika ketika sedang mengirimkan pesan singkat atau mengirimkan surel.
Misalnya, ketika mengirim surel kita perlu membubuhkan judul, isi, dan menggunakan alat email yang representatif.
Kita harus menerapakan etika digital karena adanya jejak digital yang tidak mudah terhapus dan menjadi cerminan diri kita di internet.
“Apa yang kita bagikan dan kita kunjungi akan menjadi sebuah jejak digital,” kata Ellangga Seta.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (22/10/2021) juga menghadirkan pembicara, Gabriella Jacqueline (Brand Activation Lead at Start Up Agritech), Made Sudaryani (Founder Assesmen.id), Riksa Rifqi Fuadi (Ketua RTIK Kabupaten Bandung Barat), dan Yumna Aisyah sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital.
Kegiatan literasi digital ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.***