Produk Jurnalistik Bukan di Media Sosial

Produk Jurnalistik

Bandung Side, Kabupaten Tasikmalaya – Produk jurnalistik pada media massa online kini menjamur, mereka yang terdaftar di Dewan Pers kebanyakan berasal dari perusahaan media massa sebelumnya dengan jenis media lain.

Mereka hadir dengan versi online untuk tetap bertahan menyajikan berita kepada masyarakat.

Namun sekarang media massa online ini bersaing dengan akun media sosial yang menjadikan mereka layaknya portal online sebut saja Lambe Turah di Instagram.

Ahmad Rofahan, Ketua Relawan TIK Kabupaten cirebon yang juga wartawan ini mengatakan, akun di media sosial yang lebih dikenal sebagai akun gosip itu sering tidak menyampaikan informasi sesuai fakta.

Sehingga masalah itu muncul hoaks semakin merajalela karena informasi yang diunggah tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Sebenarnya, ini menjadi peluang tersendiri untuk para penggiat media sosial untuk mereka membuat akun media sosial layaknya portal online untuk menyebarkan informasi dengan berita-berita yang fakta-fakta.

Tentu akan menjadi kekuatan tersendiri melawan hoaks yang sudah ada di mana-mana di dunia digital.

“Kebetulan saya dan teman-teman mengelola sebuah akun media sosial di Cirebon dengan nama Teras Warga. Di Facebook followers-nya 70 ribu tapi tingkat jangkauan yang kita alami pernah mencapai 20 juta dalam sebulan,” ujar Ahmad Rofahan saat sedang memaparkan materi mengenai Ciri Hoaks dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (2/6/2021).

Ahmad Rofahan menambahkan, sangat besar pengaruh media sosial, kemungkinan akibat masyarakat Indonesia yang malas membaca.

Sehingga lebih senang membaca informasi di media sosial dengan tulisan yang lebih sedikit, langsung pada inti dan bahas sehari-hari.

Namun masalahnya media sosial itu saat ini belum masuk dalam produk jurnalistik oleh Dewan Pers ketika ada informasi yang dibagikan di media sosial itu tidak bisa didampingi oleh Dewan Pers.

Jika itu adalah berita-berita online yang linknya disalin di media sosial itu masih menjadi ranah Dewan Pers.

Tapi jika di-copy secara utuh kemudian disebarkan di media sosial Itu bukan lagi ranah dewan pers karena bukan produk jurnalistik.

“Media sosial ini membuat orang terlalu bebas untuk mendistribusikan informasi-informasi inilah yang akhirnya membuat banyak sekali informasi hoax berkembang di Indonesia dan kita membutuhkan literasi digital untuk mengidentifikasi berita hoaks,” jelas Ahmad Rofahan.

Rofahan juga berbagi ciri-ciri akun di media sosial yang dibuat hanya untuk menebar hoaks. Lihat pertemanannya, jika lebih condong ke salah satu jenis kelamin, kemungkinan.

Misalnya semua temannya perempuan dengan latar belakang yang sama. Selain itu banyak mengikuti grup yang sering menyebarkan informasi hoaks juga.

“Cek status media sosialnya itu biasanya sedikit isinya hanya membagikan berita dan ujaran kebencian terhadap salah satu golongan.

“Mereka tidak punya status kegiatan pribadi dan mereka memposting dengan jarak yang terlalu dekat atau sering untuk mengelabui kita,” ungkap Ahmad Rofahan.

Tidak normal jika ada orang yang memposting sampai 20 link berita dalam waktu satu menit.

Tujuannya bukan untuk membuat status tapi memang menipu pembaca agar terlihat seperti dia memiliki banyak status.

Seakan pemilik akun sudah lama, padahal sebenarnya akun tersebut baru dibuat oleh oknum tersebut untuk menipu.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi.

Webinar wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat menghadirkan pembicara lain seperti, Giri Lukmanto, (Mafindo), Lintang Ratri (Japelidi), Bukhori (RTIK Sukabumi), dan Deananda Ayu Saputri (Key Opinion Leader).

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital.

Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.***

loading...
Facebook Comments

Tinggalkan Balasan