Pendidikan Seksual Sejak Dini Cegah Kekerasan Seksual

Pendidikan Seksual

Bandung Side, Kabupaten Bekasi – Pendidikan seksual membutuhkan etika dalam dunia digital ibaratkan rambu lalu lintas dan sejak dini dapat mencegah kekerasan seksual.

Etika digital membantu mengatur agar dunia digital tidak menjadi chaos. Minimnya etika seorang pengguna platform digital, akan memungkinkan terjadinya tindakan kejahatan, termasuk dengan sexual harrasement.

Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, baik secara verbal atau fisik yang merujuk pada seks.

Pelecehan seksual tersebut termasuk pada aktivitas siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi, colekan atau sentuhan yang mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, dan merasa direndahkan martabatnya bagi korban.

“Tingkat pelecehan seksual. Pertama, pelecehan gender, yaitu komentar cabul atau homor tentang seks dari gender tertentu ke gender lainnya. Kedua, perilaku menggoda, kalimat atau ajakan berkonten seksual meski sudah ditolak berkali-kali,” papar Rachel Octavia, CEO The F People/CMO INFINA, dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (12/7/2021).

Ketiga, penyuapan seksual yakni tindakan di mana pelaku memanipulasi kekuatannya terhadap korban, sehingga korban terpaksa melakukan tindakan sesuai keinginan pelaku.

Keempat, pemaksaan seksual, terjadi ketika pelaku memaksa korban untuk melakukan tindakan seksual, jika korban menolak maka pelaku akan mengancam.

Keenam, pelanggaran seksual dengan menyentuh, meraba, memegang bagian tubuh seseorang secara paksa tanpa adanya persetujuan.

Rachel memaparkan terdapat 15 bentuk kekerasan seksual menurut Komnas Perempuan yang sering terjadi, sehingga dibutuhkan pendidikan seksual sejak dini.

Di antaranya, perkosaan, intimidasi seksual, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, penyiksaan seksual, penghukuman bernuansa seksual, tradisi bernuansa seksual, dan kontrol seksual.

“Kejahatan dunia siber sebetulnya sama dengan kejahatan fisik. Dunia siber dianggap sebagai ekosistem di mana penggunanya dalam industri internet punya tanggung jawab menciptakan rasa nyaman bagi lainnya,” papar Rachel Octavia.

Rachel menyampaikan bahwa saat ini di internet banyak bertebaran salah satu jenis sexual harrasement yaitu child grooming.

Child grooming merupakan upaya orang dewasa untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan ikatan emosional dengan seseorang atau anak di bawah umur.

Tujuan dari child grooming ini adalah memanipulasi, mengeksploitasi, bahkan melecehkan korban.

Dalam upaya mencegah child grooming, dapat dilakukan dengan sosialisasi pendidikan seksual sejak dini.

Di masa ini, orang tua atau pendamping tidak selalu bisa mengawasi anak, karena itu penting untuk kita memberikan pemahaman agar saat mereka mendapat perlakuan tidak adil atau tidak sesuai, anak-anak jadi paham bahwa itu tidak benar.

Bahwa anak atau individu punya otoritas atas tubuhnya, orang lain bahkan orang tua sekalipun tidak bisa menyentuh atau meraba badannya tanpa izin. Berdasarkan hal tersebut, anak-anak berhak menolak untuk disentuh, termasuk juga orang dewasa.

Kekerasan seksual digital ini telah diatur dalam Undang-Undang ITE. Selain sanksi secara hukum, terdapat sanksi sosial yakni mendapat komentar jahat bagi pelaku.

Akan tetapi, kekerasan seksual ini berdampak pada kondisi kesehatan mental korban. Di antaranya dapat meningkatkan depresi, trauma, gangguan kemasan, gangguan kepribadian dan sebagainya.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi.

Webinar wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat juga menghadirkan pembicara, Indah Jiwandono (Brand Owner of Coolsugarwax), Irma Nawangwulan (Dosen International University Lisson Indonesia), Lucas Alvian Susanti (Konselor SMA Santo Yakobus/Founder Creative Counseling Center), dan Riri Damayanti.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama.

Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.***

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan