Bandung Side, Posko Sektor 8 – Jangan menutup mata, sadar atau tidak sadar sebagai manusia yang bernalar rata-rata menghasilkan sampah sebanyak 800 gram setiap harinya, bila dihitung dalam waktu satu tahun (365 hari) menyumbang sampah seberat 292 Kg. Itu hanya sampah yang dihasilkan oleh satu orang loh, bagaimana dengan satu keluarga ?, satu RT ?, satu RW ?, satu Kelurahan ?, satu Kecamatan ?, satu Kota atau satu Kabupaten ? terbayang berapa banyaknya sampah yang dihasilkan manusia yang bernalar tersebut setiap tahunnya bila tidak dikelola ? Nah karena itulah pentingnya peduli dan melakukan pengelolaan sampah.
Menilik Undang-Undang Pengelolaan Sampah No. 18 tahun 2008, bahwa mengelola sampah membutuhkan kerjasama yang baik antar elemen masyarakat karena sudah menjadi permasalahan nasional. Tanggungjawab sampah bukan hanya diberikan kepada produsen maupun pemerintah, namun setiap orang harus bertanggungjawab terhadap sampah yang ada di lingkungannya.
Dalam pelaksanaannya, sampah harus dikelola berdasarkan asas tanggung jawab, berkelanjutan, manfaat, keadilan, kesadaran, kebersamaan, keselamatan, keamanan, dan asas nilai ekonomi sesuai dengan amanah undang-undang pengelolaan sampah tersebut. Sehingga perlu adanya langkah-langkah konkret yang harus mempertimbangkan asas pengelolaan sampah agar tujuan pengelolaan sampah dapat terwujud dengan baik serta tuntas dari sumbernya agar tujuan pengelolaan sampah dapat meningkatkan taraf hidup, kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan lebih baik serta menjadikan sampah sebagai sumber daya dan penghidupan.
Sampah bisa jadi sahabat, bisa juga menjadi mahluk paling jahat bila tidak dikelola dengan baik. Dampak sampah yang dibuang ke lingkungan menimbulkan berbagai macam bentuk potensi negatif, terutama menurunnya tingkat kesehatan. Selain itu, bila sampah menumpuk tak terurus dapat mengurangi estetika, menimbulkan bau tidak sedap dan tidak nyaman dipandang mata.
Adapun dampak lain sampah terhadap lingkungan akan merusak ekosistem, baik ekosistem perairan maupun ekosistem darat. Sebagai ilustrasi dampak ekosistem perairan, bila sampah dibedakan menjadi sampah organik dan an-organik. Satu sisi sampah organik dapat menjadi makanan bagi ikan dan makhluk hidup lainnya, tetapi pada sisi lain dampak sampah juga dapat mengurangi kadar oksigen dalam lingkungan perairan. Sedangkan sampah an-organik dapat mengurangi sinar matahari yang masuk ke dalam lingkungan perairan. Akibatnya, proses esensial dalam ekosistem seperti fotosintesis menjadi terganggu. Jadi, baik sampah organik maupun an-organik bila dibuang ke sungai akan membuat air menjadi keruh, kondisi ini akan mengurangi organisma yang dapat hidup dalam kondisi tersebut. Akibatnya populasi hewan seperti ikan, kura-kura dan lain-lain maupun tumbuhan tertentu akan mengalami pendek umur bahkan bakteri pengurai sampahpun akan mati dan air sungai tersebut dikatakan tercemar.
Bagaimana dengan dampak sampah terhadap ekosistem daratan ? Sampah yang dibuang diwilayah ekosistem darat dapat mengundang organisme tertentu untuk datang dan berkembangbiak. Organisme yang biasanya memanfaatkan sampah, terutama sampah organik adalah tikus, lalat, kecoa dan lain-lain. Populasi hewan tersebut dapat meningkat tajam karena musuh alami mereka dalam rantai makanan dalam ekosistem pada wilayah yang tercemar juga mengalami kerusakan, sehingga berdampakkan bahaya terhadap kesehatan.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut, diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur pada sumber air yang akan kita minum. Penyakit seperti demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di
daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai cenderung lebih dalam kapasitas.
Selain itu, penyakit jamur pada kulit dapat juga menyebar, bahkan ada juga penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk kedalam pencernaaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
Uraian diatas, merupakan pendahuluan akan dampak negatif dalam mengelola sampah dengan tidak baik, apalagi sampah yang dibuang langsung pada Sungai Citarum. Sebagai catatan, bahwa Sungai Citarum dengan panjang 269 km merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat yang memiliki nilai vital dan strategis menjadi sumber kehidupan bagi 35 juta jiwa, karena 80% airnya dikonsumsi oleh penduduk DKI Jakarta, mengairi irigasi 420.000 Ha sawah di Jawa Barat, sebagai penghasil listrik 1.900 MW jaringan Jawa-Bali.
Semangat Program Citarum Harum dengan payung hukum Perpres No. 15 Tahun 2018 juga karena dilatari oleh kondisi Sungai Citarum yang sudah darurat akan pencemaran baik limbah industri, limbah domestik maupun karena sampah, sehingga dijuluki sebagai Sungai Terkotor Didunia.
Kendala dalam menangani sampah yang paling krusial adalah perilaku masyarakat yakni pola pikir akan perlakuannya terhadap sampah masih minus. Masih banyak titik-titik atau lahan-lahan menjadi tempat pembuangan sampah liar bermunculan. Biasa berada dipinggir jalan, lahan kosong, trotoar bahkan bantaran Sungai Citarum digunakan untuk memparkir sampah baik oleh masyarakat sekitar atau sampah yang dibawah dari lintas daerah. Ada istilah sampah transfer, sampah online, sampah siluman dan lain-lain yang memberi kesan bahwa tiba-tiba saja sampah sudah menumpuk rapi bisa dengan karung atau tas kresek mengonggok disudut, pinggir atau lahan kosong.
Seperti lingkaran setan, kendala penanganan sampah tidak pernah putus dan menjadi kendala yang krusial. Perilaku Masyarakat – Terbatasnya TPS & TPA – Kurangnya Sarana Angkut Sampah. Bila warga tidak boleh buang sampah sembarangan, maka dibuangnya kemana ? TPS & TPA yang tidak dapat menampung kapasitas sampah yang dihasilkan dalam sehari diakibatkan juga karena sarana angkut sampahnya juga kurang memadai. TPA yang lokasinya diatas gunung tidak dapat dijangkau oleh truk sampah yang sudah memiliki usia ekonomis lebih dari 10 tahun alias truk tua. TPA yang melalui kawasan permukiman penduduk juga akan sering diprotes karena sampah yang diangkut truk melintasi dengan meninggalkan bau yang tidak sedap. Apalagi sarana angkut sampah tidak dapat melalui perkotaan didalam gang atau jalan arteri yang sempit, sehingga jangkauan pengambilannya terbatas menimbulkan penumpukan sampah dimana-mana.
Sebagai catatan juga, pada wilayah Sektor 8 Citarum Harum terdata sampah rumah tangga sebagai berikut, Desa Cilampeni 3 TPS Liar menghasilkan sampah +/- 150 m3, Desa Pamentasan 2 TPS Liar menghasilkan sampah +/- 120 m3, Desa Gajah Mekar 2 TPS Liar menghasilkan sampah +/- 70 m3, Desa Jeleugong 2 TPS Liar menghasilkan +/-90 m3, Desa Nanjung 3 TPS Liar menghasilkan sampah +/- 100 m3 dan Desa Lagadar 2 TPS Liar menghasilkan sampah +/- 90 m3. Jumlah tersebut merupakan data awal saat Satgas Sektor 8 Citarum Harum mengidentifikasi sampah yang terdapat pada Bantaran Sungai Citarum Bulan April 2018.
Secara sistematis oleh Anggota Satgas Sektor 8 Citarum Harum samapah dibantaran Sungai Citarum dapat diatasi bekerjasama dengan Dinas Kebersihan Kabupaten Bandung untuk diangkut ke TPA, sedangkan sisanya dikelola dengan ditimbun kembali sebagai kompos. Tapi apalah daya, sampah kembali menumpuk karena sosialisasi saja belum cukup untuk menyadarkan masyarakat oleh Satgas Sektor 8. Bahkan semakin melebar pola pembuangannya hingga dipinggir jalan dan lahan kosong, berkesan tidak peduli soal sampah.
Komandan Sektor 8 Citarum Harum, Kolonel Aby Ismawan mengatakan,” Upaya mengelola sampah sudah saatnya dilakukan secara serius oleh Pemerintah Kabupaten Bandung, kendala-kendala krusial yang menjadikan sampah tidak tertangani dikarenakan rantai yang tidak dapat terputus dari mulai perilaku masyarakat, tersedianya TPS & TPA serta terbatasnya sarana angkut sampah yang kurang memadai”, Rabu (16/1/2019).
Pola menanggulangi sampah mulai dari rumah tangga, lanjut Kolonel Aby Ismawan, seperti Replace (mengganti) yakni mengganti barang yang digunakan sehari-hari dengan barang ramah lingkungan, Reduce (mengurangi) mengurangi produksi sampah yang dihasilkan oleh diri sendiri, Re-use (memakai) menggunakan sisa sampah yang masih bisa dipakai menjadi barang yang bernilai ekonomis, dan Recycle (daur ulang) yakni dengan mendaur ulang sampah yang telah dihasilkan belum efektif dilakukan oleh masyarakat karena kendala tersebut.
“Kunci sukses keberhasilan pengolahan sampah terletak pada peran serta aktif masyarakat beserta seluruh elemen yang ada. Keterlibatan semua pihak dalam upaya mengurangi sampah, menjadikan program pada tahapan 3 R (Reduce, Re-use, Recycle) dapat berjalan dengan baik. Penanganan sampah menjadi tanggung jawab kita semua, tidak juga selesai hanya dibuatkan aturan atau Perda saja. Apalagi himbauan yang tidak diikuti dengan perbuatan dan komitmen akan seperti angin lalu. Bahkan bila ingin menuntaskan persoalan sampah ini, jadikan tahun ini Tahun Serius Tangani Sampah,”pungkas Kolonel Aby.
Mengedukasi kepada anak usia dini yakni anak-anak usia sekolah menjadi salah satu langkah penting menanamkan budaya 3 R di masyarakat, sehingga masyarakat semakin banyak yang sadar akan pentingnya mengurangi sampah pribadi, karena hingga kini sampah rumah tangga merupakan penyumbang terbesar sampah perkotaan.***