Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jabar I gencar melakukan sosialisasi tax amnesty (pengampunan pajak) ke berbagai lapisan masyarakat, baik pengusaha besar maupun pelaku UKM.
Menurut Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jabar I, Yoyok Satiotomo, raihan ini lantaran tingginya animo masyarakat untuk membayar pajak seiring gencarnya sosialisasi yang dilakukannya ke para pelaku usaha yang ada di pasar dan pusat perbelanjaan modern.
Alhasil, penerimaan uang dari tax amnesty ini cukup menggembirakan. Itu terbukti, uang tebusan yang berhasil dihimpun DJP Jabar I sudah mencapai Rp 4,9 triliun dari target pada periode pertama Juli-September 2016, jauh melampaui target periode tersebut Rp 1 triliun.
Yoyok menambahkan, untuk menyasar wajib pajak, Kanwil DJP Jabar I membidik sejumlah pusat perbelanjaan baik modern dan tradisional untuk dijadikan target sosialisasi seperti Pasar Baru, Paris Van Java Mall, Cihampelas Walk dan sentra-sentra bisnis lainnya yang ada di Bandung. “Potensi pajak yang bisa kita ambil dari para pedagang di Pasar Baru sangat tinggi karena satu pedagang biasanya tidak hanya punya satu kios, belum termasuk hartanya yang ada di rumah,” papar Yoyok.
“Kami optimistis untuk dana repatriasi ada tambahan Rp 200 miliar lagi. Sekarang ini masih diurus dari Singapura. Biasanya menjelang tutup tahun akan semakin banyak yang masuk karena memang biasanya seperti itu,” ujar Yoyok seusai sosialisasi Tax Amnesty Pajak di Pasar Baru Trade Center Bandung, Kamis (3/11).
Selain tingginya animo masyarakat, menurut Yoyok, para pengusaha khususnya mereka yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar sudah mulai tercerahkan oleh program tax amnesty ini. Sekurangnya, 10% dari total anggotanya telah memanfaatkan fasilitas tax amnesty. Jumlah pedagang di Pasar Baru mencapai 3.000 pedagang dengan 700 pemilik tenan diantaranya belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPPWP).
Di hadapan para pedagang tersebut, Yoyok menjelaskan tujuan dari tax amnesty adalah untuk menjaring mereka yang punya harta di luar negeri atau dana warga negara Indonesia yang ada di dalam negeri yang belum dilaporkan, agar partisipasinya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Amnesti Pajak sifatnya self assessment, sehingga harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta diserahkan kepada wajib pajak dan atas harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta tersebut tidak perlu dilampiri dokumen pendukung. Yoyok menambahkan, pengampunan pajak merupakan peluang bagi setiap warga negara dan bukan merupakan kewajiban untuk mendeklarasikan hartanya. Akan tetapi, apabila tidak dimanfaatkan, bisa dipastikan wajib pajak sendiri yang akan rugi di kemudian hari.
“Untuk UMKM ini harta yang dimiliki hanya dikali 0,5%. Sedangkan kalau lebih Rp10 miliar baru dikenakan 2%,” jelas Yoyok.
Salah seorang perwakilan pedagang Wawan Ridwan mengaku seluruh pedagang di Pasar Baru hanya membeli hak sewa selama 20 tahun sejak 2003 silam sehingga mayoritas kebingungan dalam menghitung asetnya.
Menanggapi hal itu, Yoyok menegaskan bahwa hak pakai pun selama itu bisa diperjualbelikan termasuk dalam kategori aset sehingga kepada seluruh pedagang diimbau agar mencatatkan harta yang di tenan Pasar Baru sebagai bagian dari hartanya.
“Ingat, nilai utang yang dihitung sebagai pengurang adalah nilai per 31 Desember 2015 atau akhir Tahun Pajak Terakhir,” papar Yoyok mengingatkan.
Jika tak mengikuti program Tax Amnesty, menurut Yoyok saat ditanya wartawan, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Pajak 2015. Sesuai Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2016, wajib pajak akan dikenai mekanisme kurang bayar yang memungkinkan petugas pajak melakukan pemeriksaan lebih detil terhadap harta yang dilaporkan itu. Program Tax Amnesty juga berlandaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Dalam Tax Amnesty, wajib pajak dipersilakan melaporkan harta atau aset yang belum dilaporkan pada 2015 sesuai harga pasar yang wajar. Harta dan aset bisa berupa antara lain perhiasan, barang seni, rumah, tanah, uang, deposito, saham, atau obligasi. Mengenai perhiasan, barang seni, rumah, atau tanah wajib pajak diperbolehkan menaksir sendiri nilainya. “Banyak yang tanya, sesuai harga pasar atau NJOP? Yoyok jawab, tentukan dengan harga pasar yang wajar. Apakah harus pakai petugas appraisal? Yoyok jawab, boleh ditentukan sendiri.
Yoyok juga memastikan, petugas pajak tidak akan menanyakan atau mengkritisi lebih jauh soal nilai barang yang dilaporkan oleh wajib pajak. Namun, penilaiannya berbeda dengan harta berupa uang atau saham yang jelas nominalnya. “Kalau uang dan saham kan jelas tertera nominalnya berapa per 31 Desember 2015,” katanya.
“Untuk memaksimalkan potensi itu, DJP Jabar 1 sudah menyediakan pojok khusus di lantai 7 Pasar Baru. Agar wajib pajak dapat konsultasi dan pengarahan yang betul tentang amnesti pajak.” pungkas Yoyok.***