
Bandung Side, Kabupaten Bandung – Lingkungan informasi kini menjadi ruang publik virtual yang tidak dapat kita lepaskan karena terkoneksi internet.
Internet dapat mengantarkan kita pada ruang-ruang yang sifatnya global Internet juga dapat tersambung melalui koneksi dengan pangkat-pangkat yang super canggih.
Saat berinteraksi di ruang virtual, kita dapat membangun suatu jaringan yang lebih luas.
Penting untuk diingat dari lingkungan informasi, meski menggunakan perangkat dan akun sendiri bukan berarti bebas melakukan apapun terhadap konten-konten yang ada.
Ridwan Rustandi, dosen Universitas Sunan Gunung Djati yang juga relawan TIK dan Kordinator Humas ini mengatakan, transformasi itu kita rasakan hari ini dalam berbagai sendi kehidupan termasuk dalam berbagai level-level kehidupan.
Apakah itu berkaitan dengan kepentingan personal kita? Atau berkaitan dengan bagaimana kita menjalin hubungan relasi dengan pesan-pesan yang lain dalam ruang virtual ataupun dalam konteks komunal?
“Lalu lintas informasi ini sangat ramai, kadang-kadang kita lupa karena informasi itu betul-betul cepat tapi kita tidak bisa mengecek tingkat akurasinya,” ujar Ridwan.
Jadi lalu lintas lingkungan informasi di ruang virtual itu berlangsung dengan sangat cepat.
“Kalau ada transportasi yang paling cepat itu di Jepang ataupun di Korea maka ini lebih cepat lagi,” ungkap Ridwan Rustandi dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (30/11/2021) siang.
Kita sebagai pengguna kalau tidak memiliki daya nalar yang kritis menjadi kita tidak sadar apakah informasi yang didapatkan akurat dan valid.
Ridwan menegaskan, jika hanya sebagai pengguna pasif tidak mau berupaya kritis terhadap informasi yang kita dapatkan, bisa jadi kita terjebak dengan arus informasi yang ada.
Maka fenomena penyebaran berita hoaks, hate speech tentang berbagai hal apapun akan membuat kita tidak sadar bahwa informasi yang disampaikan akan menjadi satu lalu lintas informasi yang begitu sangat cepat.
“Maka, pada saat kita berinteraksi di media sosial, orang punya motif bervariasi berkaitan dengan rasa atau hasrat ingin mengungkapkan siapa dirinya, ingin dianggap terampil menunjukkan berbagai hal yang dia bisa makanya ada video tutorial. Ada yang ingin menunjukkan kekuasaan, atau dianggap lebih formula yang cenderung lebih menampilkan postingan postingan yang katakanlah lebih mengantarkan dia pada sisi spiritualitas agamis dan sebagainya,” jelas Ridwan Rustandi.
Selain itu, ada juga orang yang ingin meminta belas kasihan, posting sedang kesusahan, punya hutang ingin dibantu dan sebagainya.
Banyak sekali variasi motif kita pada saat kita berinteraksi di ruang internet.
Karenanya hal-hal semacam itu harus dipagari dengan etika-etika. Inilah yang penting agar apapun kepentingan kita apapun libido yang kita sampaikan di ruang digital, betul-betul bisa terkontrol dan tidak merugikan orang lain yang ada di media sosial.
Dalam teori komunikasi ada yang disebut dengan irreversible. Sesuatu yang kita lempar ke ruang virtual tidak bisa ditarik balik. Maka dalam konteks literasi digital kita mengenal rekam jejak digital.
Itu merupakan sesuatu yang akan membunuh kita perlahan. Banyak dalam dunia politik tidak sedikit calon-calon kontestan yang akhirnya gagal mencalonkan diri karena rekam jejak digital.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (30/11/2021) siang, juga menghadirkan pembicara, Littani Watimena (Brand & Communication Strategist), Bowo Suhardjo (Konsultan Keuangan), Dedi Rustandi (dosen Telkom University), dan Kila Shafia sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital.
Kegiatan literasi digital ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.***