
Bandung Side, Padalarang – Tata kelola percepatan Stunting diaplikasikan pada kebijakan perencanaan dan penganggaran sebagai kelanjutan Program BISA menjadi komitmen kepala desa dalam capaian KBB Zero Stunting.
Kegiatan tata kelola percepatan perencanaan dan penganggaran pencegahan stunting yang dikemas dalam kegiatan workshop Kepala Desa, CSAG, Bidan Desa, KPM dan Kepala Puskesmas, tentang Kebijakan dan Penganggaran Mendukung Pencegahan Stunting di Aula Balai Besar Penjamin Mutu Pendidikan (BBPMP) Prov. Jawa Barat, jl. Raya Batujajar, Padalarang, Selasa, 15 Agustus 2023.
Pada tahun 2020, semua desa di Kabupaten Bandung Barat telah memiliki Kader Pembangunan Manusia (KPM), dimana KPM dari 165 desa telah mendapatkan pelatihan EMO DEMO serta memfasilitasi rembug stunting desa.
Adapun tantangan yang dihadapi oleh KPM adalah dukungan untuk melaksananakan pendataan dan pelaporan konvergensi stunting masih belum terkoordinasi optimal.
Pelaksanaan tugas KPM itu sendiri tidak lepas dengan kolaborasi bersama para duta gizi/ nutrition champion seperti tokoh masyarakat, penggiat masyarakat, kader posyandu, dan lain-lain di desa.

Kader Pembangunan Manusia (KPM) memiliki tugas untuk membantu melakukan pemantauan layanan pencegahan stunting dengan sasaran rumah tangga 1000 hari pertama kehidupan (HPK) dan sekaligus berperan aktif dalam memastikan setiap kelompok sasaran cegah stunting hingga ke pelosok desa serta memastikan bahwa setiap desa mendapatkan layanan yang berkualitas.
Dari pemetaan desa diperoleh informasi bahwa KPM yang ada belum familiar dengan tugas mereka apalagi tentang intervensi kunci dalam strategi nasional stunting, 8 aksi konvergensi, strategi komunikasi perubahan perilaku dan pemetaan masyarakat sehingga telah dilakukan suatu orientasi KPM dan Kepala Desa pada bulan Maret – April 2021 yang dilanjutkan beberapa rencana tindak lanjut terkait.
Kelompok Penasihat Standar Klinia (Civil Society Advisory Group/ CSAG) Wanita (PKK, Tokoh Desa Yang Berperan dalam Penentuan Anggaran/ Penganggaran Desa) yang seharusnya turut berperan aktif dalam pembangunan desa khususnya pencegahan stunting.
Dikarenakan di sebagian besar desa telah dilakukan penetapan APBDes dan akan segera menyusul Penyusunan perencanaan tahun 2024 yang dimulai dengan Musrenbangdus dan Musrenbangdes maka diperlukan suatu pemahaman yang sama terkait program pencegahan stunting yang akan dilakukan oleh desa.
Seperti yang disampaikan oleh Kepala Bappelitbangda Kab. Bandung Barat, Rini Sartika, S.Sos., M.Si., bahwa kolaborasi antara Pemerintah Kab. Bandung Barat dengan Save The Children bersama Nutrition International yang bertujuan untuk mengurangi stunting dengan meningkatkan status gizi dan perilaku hidup sehat anak perempuan remaja, wanita usia reproduksi dan anak dibawah usia dua tahun.

“Stunting menjadi salah satu program Pemerintah Kab. Bandung Barat dan menjadi konsennya Bapak Hengki Kurniawan Chova sebagai Bupati,” kata Rini Sartika.
Hal tersebut menjadi fokus penanganan dikarenakan Kab. Bandung Barat mendapatkan penilaian 3 besar di Jawa Barat dengan angka 27,03% dari jumlah penduduk.
Agar program Pencegahan Stunting dapat tepat sasaran, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak dan gerakan kolektif stake holder hingga Kabupaten Bandung Barat mencapai Zero Stunting, tambah Rini Sartika.
“Apa yang kita lakukan bukan hanya untuk hari ini saja, tetapi dengan proses merubah perilaku dengan memaksimalkan sumber daya manusia dalam menangani stunting dan kemiskinan,” ungkap Rini Sartika.
Capaian indikator program harus sesuai target dengan nilai yang dibebankan menjadi maksimal untuk dapat dievaluasi, sehingga menjadi komitmen dalam menekan stunting dan mengentas kemiskinan, tutup Rini Sartika.

Perencanaan dan Penganggaran Program Stunting
Menurut Hendi Setiyadi, S.STP, M.Si., selaku Kepala Bidang Administrasi Desa DPMD Kab. Bandung Barat, bahwa dalam menyusun perencanaan dan penganggaran program stunting dengan rincian diantaranya rembug stunting, spanduk sosialisasi, pemberian makanan tambahan dan honorarium.
“Anggaran tersebut dalam pemetaan sosial sekitar 1,32% yang akan didapat melalui 7 sumber pendapatan desa, diantaranya Pendapatan Asli Daerah, APBN: Dana Desa, Alokasi Dana Desa (ADD), Bagi Hasil Pajak dan Restribusi Daerah (BHPRD), Bantuan Keuangan dari APBD Prov/ Kabupaten/ Kota, Hibag dan sumbangan Pihak Ketiga dan Lain-lain Pendapatan yang Sah,” ujar Hendi Setiyadi.
Dalam penganggaran desa untuk stunting, tentunya sebagai program yang berkualitas yakni dapat diwujudkan dengan asas pengelolaan keuangan desa yang transparan, akuntabel, partisipatif, tertib dan disiplin anggaran guna menghindari penyimpangan, lanjut Hendi Setiyadi.
Adapun pengajuan perencanaan penganggaran program stunting dapat melalui Perencanaan Pengembangunan Desa yaitu pada Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKPD) bila program itu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, yang kemudian ditetapkan dengan peraturan desa yang biasanya disusun pada Bulan Juli berjalan.
Perencanaan program juga dapat diajukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun yang ditetapkan dengan peraturan desa paling lama 3 (tiga) bulan sejak pelantikan Kepala Desa atas kesepakatan musyawarah desa (Musdes).

Senada dengan Hendi Setiyadi, menurut Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia, Bappelitbangda Kab. Bandung Barat, Dewi Nur Anggraeni, S.STP., MM., dalam paparannya mengatakan bahwa daerah yang berstatus lokasi khusus (lokus)paa 16 kecamatan dengan kondisi balita stunted (beresiko Stunting adalah Kecamatan Cipatat dengan jumlah balita pendek dan sangat pendek dengan jumlah 1.202 anak.
Sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Cililin dengan jumlah balita pendek dan sangat pendek dengan jumlah 192 anak, sesuai data dari Dinas Kesehatan KBB pada Agustus 2022.
“Dukungan Bupati Kab. Bandung Barat, Hengki Kurniawan dalam pencegahan Stunting melalui SK Bupati Nomor: 188.45/Kep.382-Bappelitbangda/2021.
Dalam perjalanannya SK Bupati tersebut dalam aksinya telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di 16 Kecamatan, 165 Desa.
“Jangan lupa, terdapat 5 (*lima) pilar strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting, diantaranya Komitmen dan Visi pimpinan daerah,” ungkap Dewi Nur Anggraeni.
Selanjutnya, lanjut Dewi, kedua: Peningkatan Komunikasi Perubahan Perilaku dan Pemberdayaan Masyarakat, ketiga: Peningkatan Konvergensi Intervensi Spesifik dan Sensitif, keempat: Peningkatan Ketahanan Pangan dan Gizi pada Tingkat Individu, Keluarga dan Masyarakat dan Kelima: Penguatan dan Pengembangan Sistem, Data, Informasi, Riset dan Inovasi.

“Ada 25 indikator e-Human Development Worker (e-HDW) dari Kementerian Desa digunakan oleh KPM untuk memantau dan mendukung peningkatan konvergensi Intervensi Gizi kepada keluarga 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) guna menyelaraskan capaian target Zero Stunting dengan mendorong komunikasi perubahan Perilaku,” pungkas Dewi Nur Anggraeni.
Menurut Rosmauli Silaba, SST., MSi., proses Komunikasi Perubahan Perilaku dapat melalui Kelompok Antar Pribadi (KAP) yang dilakukan secara berkala, berkesinambungan, sesuai budaya lokal kepada kelompok target stunting.
“Upaya tersebut dipandang efektif dalam mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat agar terjadi tata kelola percepatan pencegahan stunting,” kata Rosmauli Silaba.
Baik secara Verbal atau Non Verbal, Direncanakan atau Tidak Direncanakan, One to One, One to Many, Group to Group, Dengan Yang Dikenal atau Tidak Dikenal, Formal atau Non Formal dengan cara tatap muka agar dapat menyampaikan pesan, tambah Rosmauli Silaba.
Proses penyampaian tata kelola pesan tersebut dilakukan secara dua arah yang menunjukkan adanya interaksi, saling bertukar informasi dan adanya respon sehingga isi, materi, subtansi dari pesan dapat saling dipahami seperti yang dilakukan saat pelatihan EMO DEMO.
“Komunikasi EMO DEMO dapat menyasar empat perilaku kunci dalam penurunan Stunting, yakni ASI Eksklusif, MP-ASI, Makanan Kaya Zat Besi dan Cuci Tangan Pakai Sabun,” ungkap Rosmauli Silaba.
Testimoni EMO DEMO
Dalam kegiatan workshop juga ditampilkan testimoni dari Kecamatan Jati, Desa Jati, Kecamatan Saguling yang telah melaksanakan EMO DEMO dalam bersosialisasi penyampaian pesan Stunting.
Teti anggota KPM Desa Jati mengatakan pada tahun 2019-2021 Desa Pasir Bagor mendapatkan predikat Lokasi Khusus (Lokus) Stunting.
“Pada tahun 2021 awal mendapat pelatihan EMO DEMO 6 Sesi dari Save The Children dan langsung dipraktekkan ke kader posyandu, selanjutnya pada 2022 mendapatkan lagi pelatihan 6 sesi dan tahun 2023 mendapatkan 3 sesi tambahan,” jelas Teti.
Pada bulan pertama warga belum antusias mengikuti EMO DEMO, terus diajak agar mengetahui metode EMO DEMO yang lebih memprioritaskan pada permainan interaktif. Dalam evaluasi, bila ada warga yang sudah paham akan diberi reward.
“Kendala lain dalam pelatihan salah satunya juga adlah anaknya rewel, sehingga peserta EMO DEMO tidak konsentrasi dan tidak fokus, sehingga kader posyandu memang harus sabar,” ungkap Teti.
Deden, Kepala Desa Jati mengatakan,”Metode EMO DEMO sudah dilaksanakan oleh Kader Posyandu dan fokus. Sehingga pada tahun 2024 sudah direncanakan keberlanjutannya dengan anggaran, karena dengan EMO DEMO ternyata dapat mengakselerasi Stunting sehingga Desa Jati dapat keluar dari status predikat Lokus”.
Testimoni juga disampaikan oleh Nur, KPM Desa Pasir Pogor, Kecamatan Sindangkerta bahwa mengetahui sosialisasi EMO DEMO dari status WA yang memasang video kegiatan EMO DEMO.
Desa Pasir Pogor yang memang bukan binaan Save The Children karena bukan daerah intervensi atau lokus dan menjadi pertanyaan, kenapa EMO DEMO hanya dilakukan di desa intervensi ?, jelas Nur.
Dengan berkoordinasi kepada Kepala Desa, Idris Marjuki maka kegiatan EMO DEMO dapat ditularkan ke KPM Desa Pasir Pogor baik tata kelola perencanaan kegiatannya, dan ternyata kegiatan EMO DEMO mendukung sekali untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru dalam menangani Stunting.
“Pesan dari Kepala Desa Idris Marjuki, jangan sampai anak kita terkena Stunting. Maka dari itu anggaran pada tahun 2022 besarannya belum maksimal, kedepan secara berkelanjutan akan didorong lagi.
“Pelatihan yang diterima dari Save The Children mengenai tata kelola perencanaan dan penganggaran percepatan pencegahan Stunting untuk kepentingan Desa Pasir Pogor dan masyarakat akan menerima manfaatnya,” pungkas Nur.***