Karang Taruna Kataji Gelar Diskusi Financial Technologi Sebagai Ajang Edukasi Memahami Pinjaman Online

Bandung Side, Miko Mall – Karang Taruna Kataji gelar diskusi yang bertemakan “Mewujudkan Sinergitas Finansial di Era Digital” dalam rangka sosialisasi sekaligus ajang edukasi kepada anggota dan masyarakat agar lebih memahami tentang pinjaman online pada era Financial Technologi, Minggu (31/3/2019) di Miko Mall Jl. Kopo No.599 Bandung.

Financial Technologi atau yang biasa disebut Fintech merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang pada perkembangannya mengubah model bisnis dari konvensional saat bertransaksi menjadi bertransaksi dengan cara moderat. Awalnya dalam pembayaran harus bertatap muka dan membawa sejumlah uang tunai, kini dilakukan dengan jarak jauh dalam melakukan pembayaran bahkan dalam hitungan detik transaksi dapat diselesaikan.

FinTech muncul seiring perubahan gaya hidup masyarakat yang saat ini didominasi oleh pengguna teknologi informasi yang menjadi tuntutan hidup yang serba cepat. Dengan FinTech, permasalahan dalam transaksi jual-beli dan pembayaran seperti tidak sempat mencari barang ke tempat perbelanjaan, ke bank/ATM untuk mentransfer dana, keengganan mengunjungi suatu tempat karena pelayanan yang kurang menyenangkan dapat diminimalkan. Dengan kata lain, FinTech membantu transaksi jual beli dan sistem pembayaran menjadi lebih efisien dan ekonomis namun tetap efektif dalam sebuah smartphone.

Fintech bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses produk-produk keuangan, mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi keuangan. Di Indonesia sendiri, Fintech berkembang di berbagai sektor, mulai dari startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi, riset keuangan, dan lain-lain

Tak dapat dipungkiri Fintech memberi kemudahan dengan jangkauan luar biasa bagi mereka yang belum terjangkau produk keuangan dari bank. Selain itu, Fintech juga menyentuh generasi muda yang sudah familiar dengan internet dan memanfaatkan internet dalam segala kebutuhannya. Mengapa tidak? Nyatanya Fintech juga dapat membuat segalanya lebih sederhana dan efisien.
Fintech juga membuka peluang usaha bagi generasi milenial yang selalu aktif menyelesaikan masalah transaksi.

Seiring dengan perkembangan teknologi, muncul sebuah peluang untuk membuat perusahaan berbasis online. Misalnya, saja dalam bidang keuangan. Karena ada peluang inilah, perusahaan Fintech terus bermunculan dengan misi memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan aktivitas keuangan secara online.

Apa keuntungan bila menggunakan transaksi FinTech? Bagi konsumen, FinTech memberi manfaat layanan yang lebih baik, pilihan produk yang lebih banyak, mendapatkan harga yang lebih murah sedangkan bagi perusahaan FinTech (pedagang produk atau jasa), FinTech memberi manfaat menyederhanakan rantai transaksi, menekan biaya operasional dan biaya modal.

Pasalnya ternyata ada banyak perusahaan fintech yang beroperasi secara ilegal di Indonesia, karena terdaftar dan mendapat izin OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Fintech Peer to Peer (P2P)Lending ini beroperasi dengan memberikan pinjaman tanpa agunan secara online, yaitu lewat aplikasi atau website. Seluruh pendaftaran, proses pengecekan hingga pencairan pinjaman bisa dilakukan secara cepat, tanpa agunan, bahkan tanpa perlu tatap muka. Namun resikonya, calon peminjam harus membayar bunga yang sangat tinggi, bahkan jika terlambat mencicil maka bunganya ada yang mencapai belasan atau puluhan persen per bulan.

Padahal, dasar hukum penyelenggaraan FinTech dalam system pembayaran di Indonesia berpegangan pada Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital dan Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik. Begitu juga dengan pengguna jasa Fintech harus memahami juga dasar hukum yang berlaku bagi Fintech agar tidak serta-merta menjadi korban transaksi yang tidak dipahami dari Fintech.

Seperti yang terjadi akhir-akhir pada kaum milenial yang menggunakan jasa pinjaman online, jadi terjerat akan pinjaman yang tidak dipahami prosesnya. Bahkan dampak atau resiko dari setelah pinjaman cair membawa petaka psikologis karena selalu ditagih oleh dept collector (DC) karena telat membayar cicilan.

Seperti yang sudah terjadi, bahwa pinjaman online memiliki resiko diantaranya, bunga tinggi tidak menjadi penting karena lebih mementingkan kemudahan syarat dan kecepatan cair nya pinjaman. Tanpa disadari juga bahwa dalam mengajukan pinjaman wajib mengunduh aplikasi pinjaman online, sehingga kemudahan data pribadi dikirimkan melalui ponsel dan sekaligus sebagai tanda persetujuan. Plafond pinjaman tidak besar cenderung dibawah nilai 5 juta dengan tenor singkat, akan tetapi bila menunggak pembayaran, perusahaan pinjaman online meminta biaya atas keterlambatan pembayaran (late fee) bisa hingga 20% besarnya dari pokok per-hari.

Sehingga tak jarang kita mendengar ada kasus penipuan berkedok pinjaman online langsung cair yang tidak ubahnya seperti rentenir. Perkembangan rentenir yang berkedok pinjaman online ini begitu marak bahkan dpat meluas korbannya dari wilayah satu ke wilayah lain yang berdekatan, seperti yang dijadi diwilayah Kecamatan Babakan Ciparay. Beberapa korban yang terjerat pinjaman online sudah memasuki ketiap wilayah kelurahan, karena pinjaman online dilakukan melalui media sosial facebook atau buzer sms dan WA.

Ketua Yayasan Bangun Bandung Madani (BABANDA) Sulaeman Hara, SE, didampingi Koordinator Crisis center Babanda, Ellis

Dari perkembangan korban tersebut, membuat organisasi sosial Karang Taruna yang berada di Kelurahan Sukahaji menggelar acara diskusi dengan mengusung tema “Mewujudkan Sinergitas Finansial di Era Digital”. Karang Taruna Kataji bersama masyarakat membahas permasalahan pinjaman online melalui cara talk show yang dinarasumberi oleh Ketua Yayasan Bangun Bandung Madani (BABANDA) Sulaeman Hara, SE, Koordinator Crisis center Babanda, Ellis dan Ketua Harian Satgas Anti Rentenir Kota Bandung Saji Sonjaya.

Menurut Sulaeman Hara Ketua Yayasan BABANDA, rentenir yang berkedok pinjaman online bila diidentifikasi dalam menawarkan jasa keuangannya diantaranya, persyaratan yang mudah, hanya berbekal KTP sudah bisa diproses dalam waktu dekat bisa langsung cair.

“Sebagai contoh bila pinjaman yang diajukan 800.000 dalam waktu proses singkat sudah bisa cair dengan nominal 600.000, karena sudah terpotong sebagai biaya administrasi sebesar 30% – 35%. Padahal peminjam harus mengembalikan pinjaman pokok dan bunga sebesar 1.200.000. Hal ini yang membuat peminjam gali lubang tutup lubang dengan membuka lagi aplikasi pinjaman online yang lain, bahkan beban beratnya lagi bila terjadi keterlambatan akan dikenakan denda sebesar 10 – 15% perhari dari nilai pinjamannya,”papar Sulaeman Hara.

“Bila sudah terjerat hutang atau menjadi korban, hendaklah menyampaikan secara jujur kepada orang terdekat atas masalah yang dihadapi agar bisa dicaikan solusi,”ujar Sulaeman.

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah jujur pada orang terdekat, yakni putus rantai yang menyebabkan terjadi lagi pinjaman-pinjaman selanjutnya. “Bila membutuhkan dana untuk kelangsungan hidup hendaknya lebih bijak dalam memilih dan memilah keuangan. Jangan mengutamakan keinginan untuk membeli sesuatu sementara kebutuhan yang pokok dalam keluarga atau dalam kondisi urgent di nomer kesekiankan. Pilih pinjaman online yang sudah legal terdaftar di OJK agar tidak berdampak lebih buruk dalam mengelolah keuangan,”kata Sulaeman Hara.

“Konsultasikan bila ada kesulitan dalam menangani pinjaman online ke crisis center BABANDA di jl. Pelajar Pejuang No 23 lt.2 atau hubungi call centernya di 087730340036,”pungkas Sulaeman.

Senada dengan Sulaeman, Ketua Harian Satgas Anti Rentenir Kota Bandung Saji Sonjaya mengatakan, “Bijaklah dalam menggunakan uang, selektif dalam memilih lembaga pinjaman uang, sertakan bedakan mana kebutuhan mana keinginan dalam membelanjakan uang. Jangan sampai terjerat oleh rentenir dan Marilah Berkoperasi”.

“Ada 3 jenis aplikasi yang sudah diidentifikasi oleh Satgas Anti Rentenir Kota Bandung. Aplikasi Berijin, Aplikasi Legal dan Aplikasi I-legal, dari semua aplikasi terdapat 440 aplikasi yang menghiasi dunia maya dalam menawarkan pinjaman online. bisa lewat media sosial, WA, FB, Twitter, IG, Email dapat juga melalui playstore, website. Hal tersebut dipermudah oleh google dengan banyaknya starupp Fintech untuk berbisnis menjangkau segmen pasar milenial ataupun pengguna smartphone,”ujar Saji.

“Kedepan, dengan adanya Satgas Waspada Investasi akan memberi referensi ke Keminfo mengenai starupp yang belum berijin untuk bisa diawasi yang selanjutnya menjadi rekomendasi ke google agar pinjaman online yang merugikan dapat ditindak seperti yang sekarang dilakukan dengan suspend konten pornografi,”pungkas Saji.

Pada pengaduan yang ada di Satgas Anti Rentenir telah terhimpun 1.500 korban jeratan rentenir. Sejumlah 420 orang telah dimediasi dan 300 orang mengarahkan ke penyelesaian secara mandiri serta sisanya dalam proses. Pada intinya Satgas Anti Rentenir sebagai mediator mengupayakan untuk dibayarkan kembali pokok pinjaman serta membantu menyediakan pengacara bila menjadi kasus dirana hukum.

“Dalam memberikan mediasi mencari solusi pembayaran kepada rentenir, Satgas merekomendasikan debitur pada mitra koperasi agar dapat di takeoffer pinjamannya. Masyarakat juga dapat menghubungi call senter satgas Anti Rentenir di 08112131020 atau dapat mengunjungi webset di www.satgasantirentenir.com, “pungkas Saji.

Non Riska Lusiandi, Ketua Karang Taruna Kataji, Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay

Non Riska Lusiandi, Ketua Karang Taruna Kataji, Kelurahan Sukahaji mengatakan,”Alhamdulillah acara diskusi bertemakan “Mewujudkan Sinergitas Finansial di Era Digital” membuahkan hasil pemahaman anggota karang taruna dan masyarakat di Kelurahan Sukahaji khususnya dan umumnya masyarakat Kecamatan Babakan Ciparay”.

Hal tersebut mengilhami terselenggaranya diskusi tersebut dengan narasumber yang terkait dan berhubungan langsung dengan persoalan yang menjadi keresahan warga di Sukahaji, lanjut Non Riska. Dari hasil diskusi, banyak sekali masukan yang intinya harus bijak dalam mengelolah keuangan, bila sudah terjadi pinjaman online hendaknya tetap dicicil atau dapat langsung dibayar langsung tunai karena walau bagaimanapun ada uang yang kemanfaatannya sudah digunakan dari pihak pinjaman online atau dari pihak rentenir yang wajib dikembalikan, mengenai bunga dan administrasi lain dapat diupayakan dengan jalur hukum bila mendapatkan kondisi yang sulit.

“Menjadi kewajiban nanti Karang Taruna Kataji untuk mensosialisasikan hasil diskusi ini kepada anggota karang taruna yang tidak bisa hadir dan kepada masyarakat di Kecamatan Babakan Ciparay agar bisa lebih berdaya dalam berekonomi dengan mendirikan Koperasi, jangan sampai terjerat lagi oleh Rentenir dan pinjaman online yang i-legal,”pungkas Non Riska.***

Tinggalkan Balasan