
Bandung Side, Jakarta – Setiap warga negara seyogyanya membantu pemerintah mencari solusi dan mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan pangan dan energi yang kian hari semakin parah keberadaannya. Partai Berkarya menggerakkan peran-serta masyarakat untuk mencukupi kebutuhan pangan melalui pertanian terpadu dan energi keluarga melalui biogas merupakan solusi sederhana namun efektif dalam memenuhi kemandirian pangan dan energi untuk rakyat.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Partai Berkarya, Hutomo Mandala Putra atau akrab dipanggil Tommy Soeharto, mengatakan hal tersebut sebagai kata sambutan penerimaan kepada putra-putri transmigran yang mengunjungi Saung Berkarya di Hambalang, Bogor, dalam rangkaian Musyawarah Nasional ke-IV Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) yang digelar 12-14 Maret.
Keberadaan Saung Berkarya sebagai tempat atau bengkel kerja (workshop) yang dibangun oleh Tommy sebagai wujud kepedulian Partai Berkarya terhadap persoalan pemenuhan pangan dan energi masyarakat. Saung itu terbuka untuk memberikan keahlian dan kecakapan dalam pertanian, peternakan dan biogas untuk masyarakat yang berminat dan membutuhkan.
“Apalagi saat ini pemerintah pun sudah cukup kewalahan dengan subsidi LPG yang sudah mencapai Rp 24 triliun, subsidi minyak tanah yang besarnya Rp 18 triliun, serta subsidi pupuk yang mencapai Rp 12 triliun,” kata Tommy.
Senada dengan Tommy, hal tersebut juga diungkap penanggung jawab Saung Berkarya, Dr Sri Wahyuni mengatakan,”Jadi, kita sebagai warga masyarakat bisa membantu pemerintah secara sederhana namun efektif”.
Sri Wahyuni menjelaskan bahwa Program Kemandirian Pangan dan Energi tersebut berintikan pertanian terpadu. Secara sederhana, dalam skala kecil masyarakat akan didorong untuk mampu memenuhi kebutuhan pangan dan energi mereka sendiri.
“Jadi, kita berpikir sebaiknya setiap desa itu memiliki dan menonjolkan kekhasan mereka sendiri.
Ada desa yang kuat dalam peternakan ayam, dalam budi daya cabe, budi daya tomat, semua harus didorong. Desa cabe misalnya, harus mampu memproduksi sampai semacam bon cabe, desa yang kuat tomat harus bisa memproduksi saus tomat sendiri,” kata Sri.
Berkombinasi dengan peternakan, kotoran ternaknya itulah yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk membuat biogas sebagai upaya memenuhi energi.
“Di desa-desa transmigrasi yang terpencil, dimana minyak tanah dan LPG susah didapatkan. Sehingga dibutuhkan kemampuan membuat dan memanfaatkan biogas akan sangat membantu,” kata Sri menambahkan.
Saat ini, lanjut Sri yang juga anggota Dewan Pakar Partai Berkarya, pihaknya sudah memiliki proyek percontohan di Sentani, Papua. “Kami akan segera mencobakannya di Nagere, di Merauke, di Kerom, lalu Jayapura, dan beberapa tempat lain di Papua,”kata Sri.
Kawasan Indonesia Timur, NTT, Kalimantan Barat, menjadi ajang uji coba Partai Berkarya dalam pengembangan biogas, selain di beberapa wilayah di Jawa.
Perkembangan positif lainnya, Partai Berkarya juga tengah pula mencoba pembuatan biogas berasal dari rumah tangga, yakni limbah keluarga. Hal itu tengah dicoba di beberapa pesantren di Jawa Tengah dan Banten.
“Dalam waktu dekat, kami juga akan membangun sarana pembuatan biogas dari limbah keluarga ini di Pesantren Nurul Iman, Parung, Kabupaten Bogor,”pungkas Sri.***