
Bandung Side, Taraju Sari – Pengawasan dan Pembinaan yang dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Sektor 21, Subsektor 07 Citarum Harum merupakan kegiatan rutin sehari-hari terhadap Anak Sungai yang mengalir ke Sungai Citarum. Hal tersebut sebagai langkah upaya percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan daerah aliran Sungai Citarum sesuai amanah Perpres No 15 Tahun 2018.
Dengan menyusuri Anak Sungai sebagai prioritas Satgas Sektor 21 Citarum Harum memonitor langsung air sungai dalam perkembangannya dalam sehari-harinya. Bila terdapat indikasi perubahan warna yang ditunjukkan oleh air sungai, secara otomatis ada industri yang membuang limbah tanpa dikelola dengan baik pada Instalasi pengelolahan air limbah (IPAL)nya. Hal tersebut dengan mudah sebagai indikator masih saja ada industri yang berbuat curang atau nakal dari komitmen yang sudah dipahami antara pihak industri dan Satgas Citarum Harum.
Dalam temuan Satgas Sektor 21, Subsektor 07 pada Kamis, (22/11) pukul 08.00 PT Graha Surya Angkasa (GSA) mengalirkan limbahnya disungai Cipendeuy berwarna keruh abu-abu kecoklatan. Usai dilaporkan temuan tersebut kepada Komandan Sektor (Dansektor) 21 Citarum Harum, Kolonel Inf Yusep Sudrajat, langsung mendapatkan respon untuk segera disidak.
Tanpa menunggu waktu lama, Komandan Subsektor 07, Serka D. Rohdiana segera menindak lanjuti temuan tersebut. Semula ada bantahan dari pihak GSA yang diwakili oleh Factory Manager Valentinus Sutarman Wongso (Allen) karena merasa sudah mengecek dan mengambil sampel dipagi hari warnanya sudah bening (sambil menunjukkan sampel limbah bening didalam botol).

“Pagi hari pukul 09.00 saya sudah mengambil sampel limbah pada outlet dan warnanya seperti yang Bapak-Bapak lihat,”kata Allen.
Tetapi, setelah berdiskusi dengan temuan dari sampel yang diambil oleh Satgas Citarum Harum akhirnya disepakati pengambilan ulang air limbah yang berada disaluran outlet yang mengarah di Sungai Cipendeuy. Walhasil, limbah cair yang dibuang memang berwarna abu-abu kecoklatan. Diskusipun berlanjut dengan mengarah kepada pegawai yang menangani IPAL, dikarenakan ada kemungkinan kelalaian sebagai penyebabnya.
Akhirnya, Allen pun mengakui adanya kelalaian dari pegawai yang menangani IPAL. Hal tersebut terungkap bahwa GSA dalam produksinya memberlakukan pengelolahan limbah selama 24 jam dengan dibagi dalam 3 shiff. Setelah dipertanyakan oleh Satgas Subsektor 07 apakah ada schedul atau jadwal dalam mengelolah limbah sebagai alat indikator bahwa pegawai telah melaksanakan tugasnya, ternyata tidak ada rekaman atau dokumentasi pencatatannya. Semisal bila pegawai memberikan cairan kimia dalam proses mengelola tidak tercatat jam, tanggal, ukuran dan nama zat kimianya dalam melaksanakan tugasnya, hal tersebut rawan sekali kelalaian. Apalagi GSA juga belum didukung oleh adanya CCTV dalam ruang IPALnya, sehingga pihak managemen pun tidak bisa memonitor aktivitas pegawai dalam melaksanakan tugas mengelola limbah.
“Saya mengakui adanya kelalaian pegawai saya, bisa jadi ini disebabkan dari shiff 3 yang beroperasi dimalam hari. Segera akan saya tindak lanjuti kesalahan ini dan akan segera saya laksanakan arahan kembali yang disampaikan oleh Satgas Citarum Harum,”ujar Allen.
Mengenai adminitrasi pengelolahan limbah dan adanya CCTV merupakan masukan yang sangat bermanfaat bagi managemen GSA agar menjadi lebih baik, lanjut Allen, saya sangat berterima kasih kepada Satgas Citarum Harum yang telah memberi arahan dan binaan karena saya sangat mendukung Program Citarum Harum ini.
Perlu diketahui bahwa GSA pada Senin, (15/10/2018) telah melakukan komitmen dalam mendukung Program Citarum Harum dalam sebuah Mou bersama Dansektor 21 Kolonel Inf Yusep Sudrajat. Saat itu diberi waktu selama 7 hari untuk berkomitmen membuat kolam indikator berisi ikan hidup pada outlet sebelum limbah dibuang di Sungai Cipendeuy.***