
Bandung Side, Jelegong – Menapaki daerah terdekat dari Curug Jompong sudah mulai terdengar gemericik air seperti rombongan gerimis yang jatuh ke tanah kering. Menuruni lereng tepat didepan pengrajin batako di jalan Terusan Nanjung, Desa Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Selasa(20/11/2018).
Tampak jelas liukan Sungai Citarum sepanjang kurang lebih 600 meter yang melewati bebatuan metamorf akibat adanya kontak antara batuan intrusif dengan batu gamping, menimbulkan efek warna merah jika diterpa sinar matahari. Oleh warga setempat bebatuan berbentuk unik dan bertangga tersebut disebut Curug Jompong.
Bila dikupas maknanya Curug Jompong memberi pengertian, Curug (Cai Urug), air terjun, sedangkan Jompong berati Mojang atau Remaja Putri. Kerasnya batuan dianalogkan dengan mojang yang saat itu keras menjaga kehormatannya. Guratan bebatuan diibaratkan selaputdara bumi tersayat, sehingga tempo dulu air Danau Bandung Purba Timur menembus bebatuan dan bobol di sini.
Curug Jompong dalam rangkaian sejarah bumi Bandung begitu penting artinya. Sehingga bila menilik buku-buku kebumian asing, Curug Jompong cukup populer. Bahkan pada tahun 1936, Van Bemmelen, pakar Geologi yang menyusun buku The Geology of Indonesia, sudah menuliskan dalam keterangan petanya bahwa di tempat pertemuan Ci Mahi dengan Ci Tarum berada di sekitar Curug Jompong, dijadikan contoh yang baik karena adanya batuan metamorf kontak antara batuan intrusif dengan batu gamping yang merupakan batuan purba terbentuk . Di sana van Bemmelen menemukan Garnet, salah satu batu mulia sebesar biji delima.
Curug Jompong dulunya tercatat (buku panduan wisata priangan tahun 1927 yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda). Curug Jompong terbentuk dari batuan purba 16.000 tahun yang lalu berasal dari proses penyusutan air Danau Bandung Purba Timur. Tidak salah bila pemerintahan Hindia Belanda mengagendakan Curug Jompong sebagai destinasi wisata, karena Curug Jompong adalah situs bumi, laboratorium dan monumen bumi dalam rangkaian sejarah bumi Bandung.
“Area ini sangat indah, apabila ditata dengan baik akan menjadi Destinasi Wisata unggulan, banyak undakan batu atau batu bertangga sehingga tercipta beberapa Curug yang indah “, kata Komandan sektor (Dansektor) 8 Kolonel Czi Aby Ismawan di lokasi yang akan ditata jadi destinasi wisata.
Curug Jompong berada di ujung wilayah Sektor 8 Citarum Harum dan berbatasan dengan Sektor 9, area yang akan dibangunkan tempat wisata sekitar 1 Hektar, dengan tetap mempertahankan nuansa yang alami. Lokasi yang akan dijadikan destinasi tersebut memiliki bentuk menjorok ke tengah perairan sehingga menyerupai tanjung, atau dapat diilustrasikan bentuk areanya menyerupai jari-jari tangan manusia tepat diatas Curug Jompong. Di kalangan masyarakat Sunda, biasanya tempat semacam itu dinamakan bojong atau bobojong bila luas areanya. Tapi karena area tersebut tidak begitu luas dan merupakan area yang dimiliki oleh pemerintahan desa setempat.
Kepada Bandung Side, Kolonel Aby menjelaskan kembali,”Sungai Citarum kan banjirnya pada waktu-waktu tertentu atau saat musim penghujan, tanaman yang tumbuh dilokasi ini masih dibiarkan tumbuh tidak akan ditebang tapi akan ditata dan diperkuat dengan tanaman lainnya untuk memperkuat struktur tanah agar tidak terjadi longsor”.
“Bila memungkinkan, diantara bebatuan nanti akan dibuatkan jembatan hingga diseberang Sungai Citarum untuk menjadikan lokasi ini lebih menarik lagi. Bila lokasi menyerupai tanjung ini ditata dengan rapi, bukan hanya menjadi destinasi wisata bagi warga, tapi juga sebagai alat kontrol dan menjaga keberadaan Sungai Citarum yang sudah membaik airnya,”jelas Kolonel Aby.
Curug Jompong yang begitu asri, menjadi salah satu kambing hitam bila musim hujan datang sebagai penyebab banjirnya wilayah Dayeuh Kolot, Bale Endah, Bojong Soang dan sekitarnya. Dikarenakan alirannya yang berkelok menyebabkan aliran deras air Sungai Citarum terhambat untuk sampai ke Bendungan Saguling. Padahal bukan hanya itu penyebab banjirnya, terjadinya erosi karena penggundulan hutan dan alih fungsi tanam di hulu Gunung Wayang, menyebabkan secara perlahan tapi pasti terjadi pendangkalan Sungai Citarum. Belum lagi pencemaran limbah industri yang tanpa dikelola langsung dibuang ke Sungai Citarum sehingga mengakibatkan air Sungai Citarum berbau menyengat hingga terkumpul di Curug Jombong. Terlebih dahsyat lagi adalah sampah, baik sampah plastik maupun steroform berbaris antri parkir di Curug Jompong.
Berdasarkan catat Bandung Side saat menelusuri tibunjabar.id, selasa, 24 Juli 2017, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung, Agus Firman, mengaku prihatin dengan kondisi Curug Jompong yang tercemar oleh sampah dan limbah pabrik. Ia akui, Curug Jompong yang terletak di Kampung Cisaat, Desa Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, memiliki potensi wisata yang besar dan bisa dikembangkan di kemudian hari.
Sementara itu, H. Ishak Kurnia (67) warga sekitar Curug Jompong mengharapkan, ” Apabila nanti Satgas Citarum akan membenahi area ini menjadi kawasan destinasi wisata, saya akan ikut membantu, memang dari dulu tidak ada orang yang berani untuk menggarap lahan itu, saya akan buat mushola, tinggal tempatnya tergantung kepada Bapak Komandan”.
Melihat indahnya Curug Jompong, bukan hanya bisa sebagai destinasi wisata dan sebagai laboratorium kebumian, banyak juga cerita rakyat yang dari mulut kemulut menjadi legenda, seperti kisah Nyi Jompong yang sudah tidak asing lagi bagi warga sekitar sebagai mitos agar Curug Jombong dan Sungai Citarum dapat dijaga kelestariannya. Diharapkan juga Pemerintah Daerah juga ikut berperan aktif menciptakan destinasi wisata baru diwilayah Kabupaten Bandung yang kaya akan cerita legenda tentang curug lainnya juga. Jangan sampai karena hanya mitos semata atau hitungan BEP dari investasi, keberadaan Curug Jompong hilang hanya tinggal cerita.***