Gempungan Warga Jabar Peduli Unpad Desak MWA Gelar Investigasi

Bandung Side, Talaga Bodas – Gempungan Warga Jawa Barat Peduli Universitas Padjadjaran mendesak Majelis Wali Amanat (MWA) Unpad Investigasi salahsatu calon Rektor. Investigasi tersebut terkait dengan dugaan cacat moral yang dilakukan karena tersangkut KDRT dan perselingkuhan. Gempungan dihadiri Andri P Kantaprawira, Dindin S Maolani, Memet S Hamdan, Radmar Tri Baskoro, Sam Koesuma Soemantri dan Henda, Kamis (25/10/2018) di Cafe Asix Jalan Talaga Bodas Bandung.

Menurut Dindin S Maolani, pihaknya menindak lanjuti pertemuan dengan MWA Unpad tanggal 12 Oktober 2018 lalu dan mendesak agar apa yang menjadi kewajiban MWA segera dilakukan, menyusul juga pemanggilan MWA oleh Ombudsman.

“Sebetulnya pertemuan ini sebagai lanjutan pertemuan 12 oktober lalu, supaya MWA melakukan investigasi, terkait adanya dugaan perselingkuhan dan KDRT dari salah satu calon yang juga mantan suami “E” sebagai korban, karena dinilai pelanggaran terhadap moralitas atau integritas,” tandas Dindin.

Dindin mengatakan pihaknya tidak iingin terlalu jauh masuk ke masalah hukum, namun pihaknya khawatir MWA belum melalukan klarifikasi dugaan KDRT tersebut.

Sampai ada akta perceraian korban dengan calon Rektor, bahkan mendengar keterangan saksi-saksi, MWA harus fokus terhadap hal tersebut, karena menurut Dindin pemilihan Rektor akan berbeda dengan pemilihan pimpinan perusahaan.

“MWA harus melakukan klarifikasi dan investigasi, namanya saksi harus di investigasi, harus clear, persoalan integritas muncul, sehingga salah satunya MWA harus melakukan track record,”kata Dindin.

Dindin menambahkan saat pertemuan dengan MWA ada jawaban akan dirapatkan, sehingga pembicaraan Kemenristekdikti dengan MWA harusnya seputar track record, harus dilakukan investigasi.

Panitia penjaringan harus lepas dari kecurigaan dari berbagai pihak, sehingga Kemenristekdikti berhenti dulu dan tidak memaksakan pemilihan Rektor pada tanggal 27 Oktober 2018 lusa.

Dindin menilai jika dipaksakan, maka tidak menutup kemungkinan terjadi reaksi, hal senada dikatakan Memet Hamdan. Menurut Memet mereka dtang ke MWA ingin ada penjelasan, pihaknya sebagai rakyat biasa ingin mengetahui agar MWA juga menanyakan ke “E”, karena “E” mengaku sudah melaporkan ke Presiden, Komnas Perempuan, Ombudsman, bahkan Pengadilan Agama membenarkan penyebab perceraian karena adanya KDRT.

“Tidak ada kepentingan politik, tidak ada jago, tapi hanya menyayangkan kalau ada Rektor bermasalah, karena nantinya mengganggu marwah Unpad, ” tandasnya.

Ada rekam jejak atau salah satu calon yang cacat moral, kami tidak melakukan dan ikut campur kedalam masalah MWA dan prosedur MWA, juga bukan masalah rasis yang dipermasalahkan. Karena rektor Unpad kemarin juga bukan orang Sunda, tidak jadi masalah.

Pembicara lainnya Radmar Tri Baskoro menjelaskan ada dua domain yang terpenting dalam memilih rektor, yaitu hukum dan moral. Hukum ditegakan oleh negara, Moral ditegakan oleh masyarakat.

“Kami ada di domain moral, memandang isu tentag pemilihan pejabat publik yakni rektor, kalau pemilihan pemimpin swasta ya suka-suka. Unpad berdiri diatas kedua domain itu, pemilihan Rektor Unpad menjadi muncul, karena permasalahan “E” muncul, karena ada kasus, termasuk untuk Unpad nya, jangan sampai unpad dididik tanpa integritas moral. Bila MWA ngotot kita tidak tinggal diam tentunya dengan ijin “E”,” ujarnya.

Fakta lain
Sementara itu, Kuasa hukum Afgan dan Kahfi, anak dari “O” salah satu calon Rektor Unpad membantah hal tersebut. Afgan Prawira Erbi dan Muhammad Kahfi Erbi, mengaku merasa dirugikan. Melalui kuasa hukumnya Bintang Yalasena HP, SS, SH, MH, melakukan klarifikasi, saat jumpa pers, Senin, (24/9/2018) di Jalan Suci, Kota Bandung.

Bintang, selaku kuasa hukum Afgan dan Kahfi memaparkan kepada awak media, bahwa “E”, ibu kandung serta mantan istri dari ayahnya “O”, telah menulis surat kepada Presiden Jokowi mengenai laporan ke polisi tentang KDRT 29 Maret 2002 lampau.

Surat tersebut sudah lama dan sudah dicabut. Kalau “E” ingin melaporkan kembali hal itu, sudah tidak bisa. Isinya pun sudah tidak betul. Pada awalnya mereka hidup rukun. Namun ketika ada suatu peristiwa neneknya Afgan dan Kahfi sering dimarahi bahkan sampai stroke, kemudian meninggal.

“Itu semua awal mula keretakan rumah tangga mereka. Namun tidak sampai ada pemukulan,” kata Bintang.

Bintang menambahkan, siapa pun orangnya apabila ada orang tua diperlakukan seperti itu pasti akan marah.

“Bukti-bukti mengenai poto-poto adanya bengkak di wajah “E” harus dibuktikan secara hukum, saya mempertanyakan validitasnya, apakah sudah sampai ke pengadilan, ternyata belum. Ada juga tentang mempersulit pergantian nazhir, mengenai tanah wakaf di jl. Atlas, Kota Bandung dan ternyata telah selesai dan menjadi milik Yayasan Ummi Maktum, sudah diurus dengan BPN,” kata Bintang.

Selain itu ada pemberitaan terkait “O”, melakukan perselingkuhan dengan seorang mahasiswi.

“Itu juga perlu dibuktikan. Perlu dibuktikan dengan KUHAP. Kalau hanya dibuktikan dengan foto mahasiswi duduk dengan “O”, ya sulit. Kalau selingkuh itu harus dibuktikan dengan rekaman video dan diuji dipersidangan. Makanya hal itu tidak benar, nanti akan diadukan ke penyedik secepatnya, untuk klarifikasi,” kata Bintang.

Bintang menyebutkan bahwa ayah kliennya, pernah melakukan kekerasan fisik terhadap “E” saat beribadah haji di tanah suci Mekah, dimana dirinya disuruh membawa tas besar, ditendang, diberi kata-kata yang tidak pantas.

“Hal itu pun sangat tidak mungkin, kalau “O” melakukan tindak kekerasan di Mekah mungkin waktu itu juga langsung di proses secara pidana, apalagi di Tanah Suci,” kata Bintang.

Bintang menjelaskan, “E” sendiri dinilai memiliki perangai yang keras dan berkata-kata yang kasar.

Hal itu menjadi maklum kalau terjadi perceraian. “Kalau memang “O” memiliki perangai kasar, maka istri yang sekarang pun akan diperlakukan sama, tetapi pada kenyataannya tidak. Nggak usah diputar balikan. Mereka sampai hari ini hidup harmonis, rukun, damai. Bahkan anak-anaknya, merasa nyaman dan bahagia memiliki ibu yang baru. Faktanya begitu,” kata Bintang.

Menurut Bintang, diduga upaya “E” tersebut dalam rangka menggagalkan rencana “O” menjadi Rektor Unpad dan sebelumnya terjadi juga penjegalan saat pencalonan “O” menjadi Kompolnas.

“O” merupakan salah satu kandidat rektor Unpad bersaing dengan Aldrin Herwany, S.E., M.M., Ph.D., (FEB); Prof. H. Atip Latipulhayat, S.H., LL.M., Ph.D.,(FH).

Afgan dan Kahfi merasa terganggu dengan pemberitaan tersebut, apalagi menyudutkan ayahnya.

“Ibu saya sekarang sudah menikah dan punya suami lagi, tinggal di Jakarta, dan bekerja di salah satu BUMN,” kata Afgan.

Afgan pun menjelaskan, gelagat ibunya untuk menjegal “O” menjadi Rektor Unpad, sudah terasa sejak masa-masa penjaringan delapan peserta calon rektor.

“Dulu hal itu (berita negatif ayahnya) sudah dikirim ke panitia pemilihan rektor, namun tidak mempan, lapor ke MWA (Majelis Wali Amanat) tidak mempan juga, sekarang lapor ke presiden,” kata Afgan.

Masih kata Afgan, awal dirinya kurang simpati terhadap ibunya, karena sering menyudutkan ayahnya, sedangkan ayahnya sendiri tidak pernah menyudutkan ibunya. Terlebih selama tinggal dengan ibunya mereka kurang mendapatkan perhatian dari ibunya, bahkan untuk kepentingan pendidikannya dan pendukung lainnya. Saat ini Afgan dan Kahfi pun tinggal bersama “O” di Kota Bandung.***

Tinggalkan Balasan