Bandung Side, Majalaya – Pabrik tekstil PT Putera Mulya Terang Indah (PT PMTI) semula pada awal tahun 2018 lalu sempat masuk di daftar 31 perusahaan pembuang limbah ke DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum. Ini hasil telisik dari Satgas Sektor 4 Citarum Harum, setelah bekerja ekstra keras siang malam. “Bersyukur kini PT PMTI jadi salah satu pabrik yang mengelolah limbahnya terbaik di Majalaya, Kabupaten Bandung,” papar Asep Suhadi, Manager Engineering PT.PMTI, Jumat (13/7/2018).
Motivator dari seluruh staf dan karyawan perusahaan tekstil ini yang sejak 1992 sebagai pemasok bahan gordin di Nusantara, di bulan Februari 2018 lalu, Komandan Sektor 4 Satgas Citarum Harum, Kol. Inf. Kustomo Tiyoso sempat memberi teguran keras, berupa penutupan lubang saluran pembuangan limbahnya (outlet).
“Terpaksa tindakan tegas dilakukan karena pencemaran lingkungan yang bermuara ke DAS Citarum diwilayah Majalaya sudah parah. Bersyukur pimpinan dan staf serta karyawan mempunyai kemauan keras memperbaiki instalasi IPAL dan proses pengelolahannya dengan baik, dan ternyata bisa. Bahkan PT PMTI menjadi contoh bagi pabrik lain dalam mengelolah limbahnya,” jelas Kolonel Kustomo menunjukkan ke area pabrik yang kini sudah ditangani dengan SDM yang lebih mumpuni.
“Tentu banyak mereka mengeluarkan cost. Namun dalam jangka menengah dan panjang, ini sebanding hasilnya,” tambah Kustomo yang tak putus-putusnya memberi motivasi. “Tentu, masih dengan catatan bila berlaku hal yang sebaliknya, mencemari DAS Citarum kembali, tak segan dalam waktu cepat kami ambil tindakan tegas seperti pabrik nakal lainnya. Waktu itu, malah Pak Pangdam Doni Monardo sendiri yang menempatkan perusahaan ini sebagai contoh baik”.
Menurut Asep Suhadi yang kerap didampingi rekan kerjanya Asep Irawan yang sehari-hari menangani HRD dan Kehumasan perusahaan ini, pengolahan limbahnya kini menerapkan proses fisika dan biologi.
“Proses kimia, sudah kami hilangkan,” kata Asep Suhardi sambil mengajak keliling ke segala sudut di pabrik PT PMTI. Lihatlah, ikan-ikan di bak penampungan yang warna airnya masih agak coklat pun, hidup normal. Ini kelebihan tanpa proses kimia. Lalu ada ikan koi di bak indikator yang airnya akan mengalir ke luar pabrik. Ini pun sudah di daur ulang sebelumnya. jadi amanlah”.
Masih kata Asep Suhardi, pengolahan limbah cair dari segi biaya justru memangkasnya antara 30 hingga 40 persen lebih efisien. Menurut mereka penghematan itu tadinya untuk proses kimia malah lebih besar biayanya.
“Masa percobaan dua bulan pertama, limbah cair ini dicek ke lab Sucofindo. Hasilnya, memenuhi standar baku mutu. Saat itu pun lapor ke Pangdam dan Dansektor 4”.
“Dari perubahan sistem ini, pihaknya justru berkorban hingga mengurangi produksi dalam masa trail error. Kita kurangi dari 90 persen ke 70 persen untuk menyesuaikan kemampuan IPAL yang baru tersebut. Ini konsekuensi perubahan instalasi, infrastruktur, juga taat pada aturan LH (Dinas Lingkungan Hidup). Setelah kapasitas IPAL mampu menghasilkan limbah 2.800 M3 stabil baru kita mulai normal lagi”.
Diakui Asep akibat perubahan ini, sempat dibelanjakan biaya sekitar Rp. 400 juta. Beruntung, manajemen justru mendukung untuk pengelolahan limbah menjadi lebih baik.
Perubahan drastis itu di antaranya, proses daur ulang kini masih 50 persen. Direncanakan dalam waktu dekat akan ditingkatkan jadi 100 persen. Rencana pada Oktober 2018 daur ulang 100 persen. Kami all out mendukung program Citarum Harum. Sistem pengelolahan limbah baru ini dirasakan manfaatnya oleh PT. PMTI.
Perubahan lain, pengelolaan IPAL di pabrik ini sudah memakai aplikasi serba computer, dilengkapi CCTV. Ini untuk mengukur tingkat pH air, suhu, COD dan endapan dalam parameter TSS.
“Kalau ada indikasi pH tinggi di proses IPAL,di bagian produksi akan muncul sinyal. Begitu juga jika di bak penampungan sudah penuh alarm akan berbunyi atau lampu rotator otomatis menyala,” jelas Asep sambil menunjukkan bagaimana perangkat sensitif dan cukup canggih ini bekerja.
Hal lain yang dijelaskan Asep, di antaranya pengecekannya secara online. “Program komputerisasi ini instalasinya kami bangun sendiri, bertahap kurang lebih 3 tahun, sekarang masih disempurnakan,”ujar Asep kembali
Dampak dari inovasi ini, telah beberapa kali beberapa perusahaan dari berbagai daerah datang untuk melaukan studi banding IPAL di PT PMTI. “Yang hadir ke sini pun atas ijin Pak Dan Sektor 4,”kata Asep Suhadi dengan bangga.
Sementara itu Kolonel Kustomo yang sudah sekitar lima bulan mendampingi bagian pengolahan limbah di PT. PMTI, dan tak segan-segan mengambil tindakan pengecoran dari beberapa pabrik yang menurutnya ada sekitar 500-an di wilayahnya menghasilkan limbah yang berbahaya bagi ekosistem Sungai Citarum.
“Cara baru yang lebih efesien dari pengolahan limbah yang bertahun-tahun memcemari DAS Citarum, bisa cepat menular ke pabrik lainnya. Janganlah bermain kucing-kucingan dengan prajurit saya di lapangan. Mereka itu siap 24 jam memeriksa setiap jengkal lubang pembuangan pabrik di sini,” ujarnya dengan penuh wibawa sambil menambahkan, “Ingat, mulai Agustus 2018 bila pabrik masih membandel, akan ada tindakan lebih keras lagi”.