Percakapan Antara Bumi dan Langit di NuArt Sculpture Park Bandung

Bandung Side, 2017 – Berawal dari pemilihan kepala daerah di DKI Jakarta yang dilaksanakan pada kuartal pertama 2017, berimbas besar pada perkembangan persepsi seluruh warga negara Indonesia terkait isu etnis dan agama yang secara tidak langsung berdampak pada definisi slogan Bhineka Tunggal Ika dan Ideologi Pancasila yang seharusnya memberi ruang untuk kehidupan yang plural dan anti diskriminasi budaya di Indonesia.

Kota Bandung sendiri sebagai Ibukota Propinsi terdekat dengan Jakarta, mengalami dampak dari polemik politik yang terjadi akhir-akhir ini, terutama dengan kehadiran teknologi informasi
yang dengan cepat menyebarkan berbagai informasi berbau politis ke berbagai kalangan masyarakat melalui gadget yang digenggamnya.

Masyarakat Bandung juga sering terpapar informasi yang kurang jelas, belum jelas, baik nara sumber maupun nilai kebenarannya sehingga selalu mengakibatkan berbagai
gejala negatif, diantaranya segregasi dan diskriminalisasi etnis dan religi.

Menengarai terjadinya polemik kebudayaan dan polarisasi dalam masyarakat, NuArt Sculpture Park sebagai salah satu ruang seni di Kota Bandung yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan merasa perlu diadakannya sebuah forum diskusi yang dapat mengkolaborasi berbagai persoalan di masyarakat terkait
persoalan diskriminasi dan polarisasi budaya dalam kontek masyarakat urban, khususnya anak muda.

Kesenian Tradisional Ciamis-Jawa Barat, Bebegig.

Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya” bertajuk, “Percakapan Antara Bumi dan Langit”,  Rabu, (24/5/2017), di NuArt Sculpture Park jalan Setraduta Raya L-6 Bandung, adalah salah satu wujud dari keresahan masyarakat, khususnya seni dengan melihat berbagai fenomena kultural akhir-akhir ini,
sekaligus mengingatkan kembali masyarakat akan identitas bangsa Indonesia yang harus senantiasa di”raya”kan.

“Percakapan Antara Bumi dan Langit” sendiri diambil dari puisi seniman Ayu Laksmi yang intinya mempertanyakan perbedaan pendapat antara Ayah langit dan Ibu Bumi tentang letak Surga. Dibuka dengan arak-arakan Bebegig Baladewa dari Sukamantri-Ciamis, Balaganjur Seke Gong Ksatrya Jaya dari Bali bertalu-talu diiringi musik khas membawa pengunjung berkeliling menuju dikawasan amphiteater NuArt Sculpture Park menjumpai dan mendengarkan Rajah Pembuka oleh Budi Dalton dan penampilan
Karinding Attack.

Ratusan penonton yang didominasi anak-anak muda terpukau dalam renungan ketika Seniman asal Ciamis Godi Suwarna membaca prosa Sunda ber­judul “Serat Sapakembangan”.

Seusai menyimak penampilan Godi Suwarna, para penonton dibuat terkesima lagi dengan penampilan penyanyi Ayu Laksmi yang membawakan lagu, “Hyang”, dan “Btari Nini” yang mereprentasikan Ibu Bumi yang tengah gelisah dan air matanya terus membanjiri bumi akhir-akhir ini.

Seusai penampilan Ayu Laksmi, Penulis pu­isi asal Maluku Theoresia Rumthe tampil membacakan puisi yang cukup menyayat hati, sebelumnya penyanyi Dira Sugandi membawakan lagu “Janganlah Menangis Indonesia”, namun Dira tidak mampu menahan tangisnya saat ditengah lantunannya, mungkin
karena kondisi Indonesia saat ini yang carut-marut ingin diseragamkan oleh kelompok tertentu.

Nyoman Nuarta, Pemilik NuArt Sculpture Park Bandung

Pematung / Pemilik NuArt Sculpture Park Nyoman Nuarta saat sesi Press Conference mengatakan, pihaknya menampilkan pertunjukan Bebegig dari Ciamis karena Bebegig merupakan kesenian yang
orsinil, “Kami akan terus menggali kesenian dari Sunda, karena banyak kesenian Sunda yang mengagetkan dan penuh arti filosofi budaya yang tinggi,” kata Nyoman.

Lebih lanjut Nyoman mengatakan, dirinya hidup 100 persen dari berkesenian yaitu membuat patung, “Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya, Percakapan Antara Bumi dan Langit merupakan salah satu pemberian saya untuk orang Sunda,” ujarnya.

Nyoman menegaskan, keanekaragaman dan perbedaan merupakan hal yang luar biasa dari Tuhan, bila melawan keanekaragaman dan perbedaan yang sudah Tuhan kehendaki, dipastikan akan hancur,” tegas Nyoman.

“Saya tahun 1970-an datang ke Kota Bandung, dan saya langsung jatuh hati dengan Kota Bandung karena orang-orangnya ramah sekali, sejak itu saya berkomitmen tidak akan merusak Bandung, ”cerita Nyoman.

“Hiduplah yang baik dan benar, kita harus menghargai lingkungan dan kodrat kita, manusia satu sama lain sama, namun lahir dalam situasi, tempat dan waktu tertentu itu namanya takdir, ”jelas Nyoman kembali.

Mengenai kondisi NuArt Sculpture Park, Nyoman mengungkapkan, hingga saat ini belum terjadi hubungan yang baik antara pemerintah dengan NuArt Sculpture Park, padahal NuArt saya bangun agar anak-anak muda Bandung dapat berkesenian dengan dahsyat,” ungkap Nyoman penuh tanda tanya.

Nyoman pun mengkritisi hotel-hotel yang ada di Kota Bandung, “Hotel sebagai tukang pungut banyak mengambil keuntungan dari acara-acara kebudayaan di kota Bandung, tetapi mereka tidak
memberikan kembali dan tidak memajukan budaya atau melakukan berbagai usaha pemajuan kebudayaan yang ada,”Tegas Nyoman.

Pimpinan Produksi Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya” Keni Soeriaatmadja mengatakan, kini kota Bandung terpapar oleh beragam informasi yang belum jelas nilai kebenarann­ya, namun mengakibatkan berbagai gejala negatif seperti segregasi dan diskriminasi etnis dan religi.

“Menengarai terjadinya polemik kebudayaan dan polarisasi di masyarakat NuArt Scu­lpture Park merasa perlu mengadakan forum diskusi yang menge­laborasi berbagai pe­rsoalan di masyarakat
terkait persoalan diskriminasi dan polarisasi budaya dalam konteks masyarakat urban, khususnya anak muda,” kata Keni. “NuArt Sculpture Park merasa perlu menghadirkan unsur seni dan budaya
sebagai pembungkus sajian acara, karena seni dan budaya adalah jendela identitas masyarakat bangsa Indonesia,”Keni menambahkan.

“Diskusi Budaya ini perlu dijadikan momentum kesadaran agar masyarakat tidak menjadi korban politik adu domba yang tengah dihembuskan oleh pihak-pihak yang ingin meraih keuntungan dari
keresahan masyarakat. Dan setiap orang memiliki hak untuk bicara, namun harus diikuti dengan kemampuan untuk mendengar,” pungkas Keni.

Seniman Man Jasad dari Karinding Attack dan Band Metal Jasad mengatakan, Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya” di NuArt Sculpture Park sangat bagus karena jarang diadakan,
namun ke depannya alangkah lebih baik diadakan di Alun-Alun dan Kecamatan-Kecamatan,”kata Man Jasad mengawali wawancara. “Acara ini luar biasa karena dihadiri banyak anak-anak muda, ini
menandakan banyak anak muda yang peduli kondisi Bangsa Indonesia saat ini yang sedang digonjang-ganjing,” Seru Man Jasad.

Man Jasad melanjudkan,”Para seniman termasuk dirinya merasa resah karena Bangsa Indonesia terpecah, Bangsa Indonesia jangan bertengkar terus, kapan majunya bila bertengkar terus,” pungkas Man Jasad.

Pertunjukan dan Diskusi Budaya “Indonesia Raya” bertajuk, “Percakapan Antara Bumi dan Langit” di NuA­rt Sculpture Park diakhiri dengan diskusi berbobot dari para pengisi acara yakni tokoh Nahdlatul Ulama Zastrouw Al Ngatawi, Seniman Ayu Laksmi, Godi Suwarna, Wawan Sofwan, Budi Dalton, Man Jasad, Kimung, Penyanyi Dira Sugandi, Sri Harunaga Trio, dan Ketua Umum Viking Heru Joko, Mang Aad dan Mr. Jun. Lagu “Ibu Pertiwi” yang dibawakan Dira Sugandi, serta monolog bergaya Bung Karno yang
dibawakan oleh seniman teater Wawan Sofwan hingga malam berakhir.***

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan