Jejak Pos di Indonesia

Pada masa prasejarah, masyarakat Indonesia belum mengenal budaya menulis dan membaca, komunikasi dilakukan secara alamiah antara penduduk satu tempat ke tempat lainnya. Komunikasi dilakukan secara lisan melalui percakapan, bilamana jarak berjauhan komunikasi dilakukan dengan cara berteriak atau menjerit. Dimana berita disampaikan dengan cara berteriak dengan berjenjang sehingga berita dapat tersebar luas. Dalam sejarah Pos dicatat sebagai tahapan Pos Teriak.

Pintu Utama Galery Museum Pos Indonesia
Pintu Utama Galery Museum Pos Indonesia

Cara berkomunikasi lainnya disampaikan dengan sandi-sandi menggunakan sarana tertentu, misalnya untuk menyampaikan pengumuman kebakaran, kematian atau lainnya disampaikan dengan cara memukul pepohonan, tong-tong atau menghalau burung merpati supaya terbang tersebar.

Bahkan dibeberapa kepulauan di Indonesia ditemukan terompet-terompet yang terbuat dari cangkang siput yang dinamakan Sangkala. Bila di Papua dikenal dengan nama Makare yang fungsinya sebagai sarana mengumpulkan rakyat oleh kepala sukunya. Di Sumatera terdapat seruling yang ditiup untuk memanggil anaknya yang sedang berapa di kejauhan supaya kembali kekampung halamannya. Alat-alat lain seperti, Bheri, Genta, Beduk, Dug-dug, Jidor dan lain-lain digunakan juga sebagai penyampai berita.

Ruangan Koleksi Surat Raja-Raja
Ruangan Koleksi Surat Raja-Raja

Selain dengan suara, penyampaian berita dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan cahaya api dan asap, seperti yang dilakukan oleh suku Indian, yang artinya sebagai pemberitahuan tentang kehadiran seseorang atau beberapa orang yang tersesat disuatu tempat. Bahkan di Papua untuk memberitahukan kelahirah bayi kepada masyarakat ditempat yang jauh, dilakukan pembakaran onggokan kayu yang menghasilkan api dan asap yang membumbung tinggi hingga sekarang.

Deorama Pengantar Surat
Deorama Pengantar Surat

Perposan berkembang masih dalam bentuk yang sederhana pada jaman kerajaan Mulawarman, Sriwijaya, Tarumanegara, Mataram, Purnawarman dan Majapahit yang sudah mengenal tulis-menulis. Berdasarkan temuan prasasti dri kerajaan Sriwijaya, bahasa yang digunakan adalah bahasa Kwunlun atau bahasa Indonesia kuno dicampur dengan bahasa melayu kuno dan kata-kata Sangsekerta.Sedangkan huruf yang digunakan adalah huruf Sansekerta dari India Selatan yang disebut huruf Pallawa. Dari huruf Pallawa inilah kemudian berkembang menjadi huruf Jawa, Sunda, Bali, Batak dan lain-lain suku yang ada di Indonesia.

Lorong Museum Berisikan Bis Surat
Lorong Museum Berisikan Bis Surat

Bahkan untuk urusan surat cinta, daun bunga Pudak digunakan untuk menulisnya karena aromannya berbau harum yang diyakini bahwa surat-menyurat akan mempersatukan si pengirim dan si penerima. Ada pula yang menggunakan daun lontar yang perhelainya dapat dirakit menjadi banyak dan tidak mudah lepas. Di Bali alat untuk menulis surat dinamakan “Pangutik” (pengrupak) yakni sebuah benda yang dipertajam ujungnya sebagai penggores tanda-tanda berupa huruf atau gambar. Sedangkan di Tana Toraja terdapat benda untuk menyampaikan surat dengan menggunakan tabung bambu tertutup yang dibawa oleh pengantar surat.

Aktifitas Pengunjung Museum Pos Indonesia
Aktifitas Pengunjung Museum Pos Indonesia

Dari peristiwa yang terus-menerus sehingga jaman pun mengalami perubahan karena kemajuan peradaban, perposan yang sudah berjalan di Indonesia menginjak usia kurang lebih 268 tepatnya diperingati setiap tanggal 28 Agustus menjadi tonggak semakin meningkatnya pelayanan dan kinerja Pos Indonesia dengan terus memberikan kemudahan dan inovasi bagi masyarakat pengguna pelayanannya.***fjr

Facebook Comments

Tinggalkan Balasan